BAB
12
INVESTIGASI
DAN AUDIT INVESTIGATIF
(Modul lengkap bab ini dapat didownload pada http://linkshrink.net/72OjZa , untuk presentasi *ppt dapat didownload pada http://linkshrink.net/7Q1Man)
Suatu investigasi hanya
dimulai apabila ada dasar yang layak, yang dalam investigasi dikenal sebagai prediction. Dengan landasan atau dasar
ini, seorang investigator mereka-reka mengenai apa, bagaimana, siapa, dan
pertanyaan lain yang diduganya relevan dengan pengungkapan kasusnya, ia
membangun teori fraud. Contoh kasus
akan digunakan untuk membahas prediction dan
fraud theory.
Langkah pertama akuntan
forensik dalam audit investigatifnya adalah menyusun predication. Predication adalah
keseluruhan dari peristiwa, keadaan pada saat peristiwa itu, dan segala hal
yang terkait atau berkaitan yang membawa seseorang yang cukup terlatih dan
berpengalaman dengan kehati-hatian yang memadai, kepada kesimpulan bahwa fraud telah, sedang atau akan berlangsung.
Predication adalah dasar untuk memulai investigasi.
Investigasi atau pemeriksaan fraud jangan
dilaksanakan tanpa adanya predication
yang tepat
Investigasi dengan
pendekatan teori fraud meliputi
langkah-langkah sebagai berikut.
- Analisis data yang tersedia
- Ciptakan (atau kembangkan)
hipotesis berdasarkan analisi di atas.
- Uji atau tes hipotesis tersebut.
- Perhalus atau ubah hipotesis
berdasarkan hasil pengujian sebelumnya
URUTAN PEMBAHASAN (pdf :http://linkshrink.net/72OjZa, ppt: http://linkshrink.net/7Q1Man )
- Pengantar
- Aksioma
dalam Investigasi
- Pertemuan
Pendahuluan
- Predication
- Pemeriksaan
dalam Hukum Acara Pidana
- Bukti
dan Pembuktian Auditing dan Hukum
1. PENGANTAR
Bab ini akan membahas investigasi
dalam makna auditing dan hukum. Pengertian investigasi dan pemeriksaan fraud digunakan silih berganti berbagai
sinonim. Idealnya ada kesamaan makna konsep-konsep auditing dan hukum, namun
dari segi filsafat auditing dan filsafat hukum, hal itu tidaklah mungkin.
Ada sebab lain kenapa
harmonisasi antara konsep – konsep hukum dan auditing tidak dapat berjalan.
Hukum Indonesia, khususnya hukum pidana dan hukum acara pidana, masih berasal
dari hukum Napoleonic. Sedangkan konsep – konsep akuntansi dan auditing, kita
adopsi dari Amerika Serikat. Karena perbedaan yang penting antara konsep –
konsep auditing dan hukum, pemeriksa fraud perlu memahami kedua – duanya.
Dalam filsafat auditing,
kita mengenal konsep due audit care, prudent auditor, seorang profesional
yang berupaya menghindari tuntutan dengan tuduhan teledor (negligent) dalam melaksanakan tugasnya. Untuk itu pemeriksa fraud atau investigator perlu mengetahui
tiga aksioma dalam pemeriksaan fraud.
Suatu investigasi hanya
dimulai apabila ada dasar yang layak, yang dalam investigasi dikenal sebagai prediction. Dengan landasan atau dasar
ini, seorang investigator mereka-reka mengenai apa, bagaimana, siapa, dan
pertanyaan lain yang diduganya relevan dengan pengungkapan kasusnya, ia
membangun teori fraud. Contoh kasus
akan digunakan untuk membahas prediction dan
fraud theory.
Investigasi secara sederhana dapat
didefinisikan sebagai upaya pembuktian. Umumnya pembuktian ini berakhir di
pengadilan dan ketentuan hukum (acara) yang berlaku. Bagian terakhir bab ini
diambil dari hukum pembuktian berdasarkan KUHAP..
2. AKSIOMA DALAM INVESTIGASI
Dalam pandangan para
filsuf Yunani, aksioma adalah klaim atau pernyataan yang dapat dianggap benar,
tanpa perlu pembuktian lebih lanjut. Tradisi ini diterusan dalam logika yang
tradisional, bahkan sampai kepada (apa yang kita sebut) ilmu-ilmu eksakta.
Aksioma atau postulate adalah pernyataan yang tidak
dibuktikan atau tidak diperagakan, dan dianggap sudah jelas dengan sendirinya.
Kebenaran dari proposisi ini tidak dipertanyakan lagi. Aksioma merupakan titik
tolak untuk menarik kesimpulan tentang
suatu kebenaran yang harus dibuktikan melalui pembentukan teori.
Association
of Certified Fraud Examiners (ACFE) menyebut tiga
aksioma dalam melakukan investigasi atau pemeriksaan fraud. Ketiga aksioma ini oleh ACFE
diistilahkan fraud axioms
(aksioma fraud) yang terdiiri atas :
a. Aksioma -1, fraud is hidden
b. Aksioma-2, Reverse proof
c.
Aksioma-3,
Existence of Fraud
Ketiga aksioma fraud
di bahas di bawah
Aksioma tentang fraud sangat gamblang (self-evident). Ketiga aksioma tentang fraud ini pun tidak memerlukan
pembuktian mengenai kebenaannya. Namun, jangan remehkan “kegambalangannya”.
Pemeriksa yang berpengalaman pun sering kali menghadapi berbagai masalah ketika
ia mengabaikan aksioma-aksioma ini.
- Fraud is Hidden
“Fraud is hidden” atau” fraud selalu tersembunyi”
Berbeda dengan kejahatan
lain, sifat perbuatan fraud adalah
tersembunyi. Metode atau modus operandinya mengandung tipuan, untuk
menyembunyikan sedang berlangsungnya fraud.
Hal yang terlihat di permukaan bukanlah yang sebenarnya terjadi atau
berlangsung.
Kita terkesan dengan
perampokan bank yang dilakukan secara terbuka. Segerombolan penjahat masuk ke
lobi bank, menodongkan senjata api kepada teller dan manajer bank, memaksa para
teller mengisi kantong-kantong mereka dengan uang dan barang berharga lain yang
ada dalam khasanah (vault,kluis),
kemudian meninggalkan bank dengan kecepatan tinggi. Semuanya disaksikan oleh
pelanggan bank yang sedang atau akan bertransaksi di bawah sorotan kamera video
(CCTV, closed-circuit television)
Bandingkan adegan tadi
dengan adegan lain. Direksi bank atau kepala cabang bank besar memfasilitasi
”pelanggangnya” dengan membuka L/C fiktif atau memberikan kredit bodong yang
segera menjadi NPL (non-performing loan)
Transaksi ini di dukung
dengan segala macam berkas resmi dari perusahaan sang pelanggan, bank, notaris,
kantor akuntan, pengacara, bermacam-macam legitimasi (termasuk surat-surat
keputusan dari lurah sampai petinggi negara lainnya) dan entah berkas apalagi
(mungkin risalah rapat direksi). Hal kedua, pihak-pihak yang terlibat menutup
rapat-rapat kebusukan mereka. Penyuapan aparat penegak hukum dari instansi lain
merupakan biaya penutup kebusukan ini. Kedua skenario ini tidak terpisah, satu
menguatkan yang lain dalam jalinan atau packaging
yang rapi. Ada Arranger. Kalau perlu
ada seremoni penandatanganan perjanjian kredit atau L/C yang di hadiri pejabat
negara.
Adegan pembobolan pertama
(oleh perampok) terlihat kasar dan kasat mata. Adegan pembobolan kedua (oleh
kelompok yang disebut atau menamakan diri mereka “profesional”) terlihat
bersih. Jumlah yang di jarah dalam adegan pertama hanya ratusan juta rupiah.
Dalam adegan kedua, nilai jarahan ratusan miliar atau triliun rupiah.
Mengapa aksioma ini
penting? ACFE mengingatkan “...., no
opinion should be given that fraud does or does not exist within a spesific
environment.”(“...., jangan berikan pendapat bahwa suatu fraud terjadi atau tidak terjadi di
suatu lembaga, perusahaan, atau entitas.”)
Metode untuk
menyembunyikan fraud begitu banyak,
pelaku fraud sangat kreatif mencari
celah-celah untuk menyembunyikan fraud-nya,
sehingga investigasi yang berpengalaman pun sering terkicuh. Meskipun pendapat
bahwa fraud terjadi (padahal fraud tidak terjadi) atau, sebaliknya,
memberikan pendapat bahwa fraud tidak
terjadi (padahal sebenarnya fraud
terjadi), membuat investigator (pemeriksa fraud) berisiko menghadapi tuntutan hukum.
- Reverse Proof
“Reverse
proof” secara harfiah
berarti “pembuktian secara terbalik”. Agar kita tidak keliru
mencampuradukkannya dengan istilah hukum ”pembalikan beban pembuktian” (omkeren va de bewijslat”, penulis menerjemahkan
“reverse proof” sebagai pembuktian fraud secara timbal balik”
Inilah penjelasan ACFE
mengenai aksioma fraud yang kedua : “The examination of fraud is approached from
two perpectives. To prove that a fraud has occured, the proof must include
attempst to prove it has not occurred. The reserve is also true. In attemting
to prove has not occurred, that proof must also attempt to prove that is has”
((“Pemeriksaan fraud didekati dari dua arah. Untuk membuktikan fraud memang terjadi, pembuktian harus
meliputi upaya untuk membuktikan bahwa fraud
tidak terjadi. Dan sebaliknya, dalam upaya membuktikan fraud tidak terjadi, pembuktian harus meliputi upaya untuk
membuktikan bahwa fraud memang
terjadi.”)
Penjelasannya adalah
sebagai berikut. Misalnya kita (investigator atau pemeriksa fraud) membantu jaksa penyidik, dan
berupaya membuktikan terjadinya fraud (misalnya
dalam bentuk korupsi). Investigator mengumpulkan bukti dan barang bukti sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang bersangkutan. Tujuannya adalah agar
bukti dan barang bukti, di dalam persidangan dapat diterima sebagai alat bukti
yang diapakai (majelis) hukum untuk membuat putusan tentang telah terjadi
korupsi. Ini adalah arah pertama dari pemeriksaan korupsi atau fraud.
Arah keduanya, justru
terbalik. Investigator mengumpulkan bukti dan barang bukti ssuai dengan
ketentuan perundang-undangan, untuk membuktikan tidak terjadi korupsi. Arah
atau perpesktif kedua dari pemeriksaan fraud
sering kali (karena kurang pengalaman pemeriksa) diabaikan oleh pemeriksa.
Upaya dua arah (timbal balik) ini merupakan bagian yang sangat sulit dalam
proses pembuktian.
Penjelasan serupa dapat
diberikan untuk investigator yang membantu penasihat hukum tim pembela. Ia
berupaya membuktikan tidak terjadi fraud
atau korupsi. Ini adalah arah pertama dari pemeriksaannya untuk membuktian
korupsi atau fraud tidak terjadi. Arah
keduanya terbalik. Investigator mengumpulkan bukti dan barang bukti sesuai
dengan ketentuan perundnag-undangan, untuk membuktikan telah terjadi korupsi.
Mengapa pemeriksaan
dilakukan dua arah, mengapa harus ada
reverse proff. Petunjuk ACFE (Fraud examination Manual) secara singkat
menyatakan :’The reason is both sides of fraud
must be examined. Under the law. Proof of fraud must preclude any explanation
other than guilt” (“Alasannya adalah kedua sisi dari fraud harus diperiksa. Dalam hukum Amerika Serikat pembuktian fraud harus mengabaikan seriap
penjelasan, kecuali pengakuan kesalahan”)
Kita di Indonesia dapat
mengabaikan ketentuan perundang-undnagan Amerika Serikat (dengan beberapa
pengecualian seperti Foreign Corrupt
Practices Act). Namun kita tidak dapat mengabaikan reverse proof ini. Kalau kita melihat fraud dari dua sisi (terjadi dan tidak terjadinya fraud) kita dapat mengantisipasi posisi
lawan, sambil memperkuat posisi kita dalam “pertempuran” di sidang pengadilan.
- Existence of Fraud
Aksioma ini secara
sederhana ingin mengatakan bahwa hanya pengadilan yang dapat (berhak)
menetapkan bahwa fraud memang terjadi
atau tidak terjadi.
Pemeriksa fraud berupaya membuktikan terjadi atau
tidak terjadinya fraud. Namun hanya
pengadilan yang mempunyai kewenangan untuk menetapkan hal itu. Di Amerika
Serikat berwenang itu ada pada pengadilan (majelis hakim) dan para juri.
Dalam upaya menyelidiki
adanya fraud, pemeriksa membuat
dugaan mengenai apakah seseorang bersalah (guilty)
atau tidak (innocent). Bersalah atau
tidaknya seseorang merupakan dugaan atau bagian dari teori fraud, sampai pengadilan (majelis hakim) memberikan putusan atau
vonis.
Belum ada tanggapan untuk "Resume Forensic Audit Bab 12 Investigatisi dan Audit Investigasi"
Post a Comment