Undang-undang Dasar 1945
(UUD 45) mengatur tatatan kelembagaan penyelenggara negara dengan menganu asas tris politica, yaitu eksekutif,
legislatif, dan yudikatif, dengan ditambah satu lembaga pemeriksa yang bebas
dan independen. Secara ringkas, lembaga-lembaga tersebut meliputi Presiden
sebagai pihak eksekutif, DPR, DPD, dan MPR sebagai pihak legislatif, MK, MA dan
KY sebagai pihak yudikatif, dan BPK sebagai lembaga pemeriksa.
Dalam hal pemberantasan
tindak pidana korupsi, Indonesia memiliki suatu Anti-Corruption Agency (ACA) yang dinamakan Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (KPK). KPK memiliki tugas dan fungsi yang meliputi
koordinasi, supervisi, penyelidikan, pencegahan, dan pemantauan, terhadap
tindakk pidana korupsi.
Dalam memberantas korupsi,
KPK berkoordinasi dengan lembaga-lembaga lainnya seperti kepolisian, kejaksaan,
BPK, BPKP, inspektorat jenderal, inspektorat daerah, dan lembaga-lembaga
terkait lainnya.
Lembaga audit pemerintahan
di Indonesia terdiri atas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selaku auditor eksternal
dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) selaku auditor intern. APIP
sendiri terdiri dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, inspektorat
jenderal di kementerian/lembaga, dan inspektorat daerah di
provinsi/kabupaten/kota.
Terakhir, satu lagi lembaga
yang dianggap penting keberadaannya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi
adalah LSM dan pers, wlaupun keberadaannya bukanlah menjadi bagian dari tatanan
kelembagaan pemerintahan. Keberadaannya bisa disebut sebagai kelompok penekan (pressure group). Dalam hal ini,
keberadaannya bisa memengaruhi proses pemberantasan tindak pidana korupsi yang
sedang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga terkait.
Dalam memberantas korupsi,
KPK berkoordinasi dengan lembaga-lembaga lainnya seperti kepolisian, kejaksaan,
BPK, BPKP, inspektorat jenderal, inspektorat daerah, dan lembaga-lembaga
terkait lainnya.
Lembaga audit pemerintahan
di Indonesia terdiri atas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selaku auditor eksternal
dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) selaku auditor intern. APIP
sendiri terdiri dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, inspektorat
jenderal di kementerian/lembaga, dan inspektorat daerah di
provinsi/kabupaten/kota.
Terakhir, satu lagi lembaga
yang dianggap penting keberadaannya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi
adalah LSM dan pers, wlaupun keberadaannya bukanlah menjadi bagian dari tatanan
kelembagaan pemerintahan. Keberadaannya bisa disebut sebagai kelompok penekan (pressure group). Dalam hal ini,
keberadaannya bisa memengaruhi proses pemberantasan tindak pidana korupsi yang
sedang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga terkait.
UUD 45 menyebutkan lembaga
negara atau lembaga penyelenggara negara, baik di tingkat pusat maupun di
daerah. Secara sederahana, tatanan kelembagaan ini dapat dilihat dalam Bagan 1.
Bagan 1
Bagan 1 mengacu bab-bab
dalam UUD 45 untuk masing-masing lembaga negara. Di tingkat pusat, ke delapan
lembaga negara ini setara kedudukannya. Dalam bagan tersebut, ada dua kotak
besar dengan bingkai garis putus-putus. Pengelompokkan ini sekadar untuk
menyederhanakan presentasi. Kotak besar pertama berisi tiga kotak kecil,
masing-masing DPR, DPD, dan MPR. Pengotakan ini sejalan dengan Pasal 1 ayat
(1): “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD
yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan
undang-undang.”
Kotak besar kedua juga
berisi tiga kotak kecil, masing-masing: Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung,
dan Komisi Yudisial. Ketiga lembaga negara ini diatur dalam satu bab, yakni Bab
IX, di UUD 45, dengan jdul Bab Kekuasaan Kehakiman.
Di tingkat pusat kita
melihat empat kelompok kelembagaan. Pertama, kelompok lembaga yang mencerminkan
perwakilan rakyat. Menarik sekali penjelasan UUD 45 mengenai Pasal 23 yang lama
yang berisikan paham demokrasi. Kedua, adalah Presiden dan Wakil Presiden yang
mewakili kekuasaan pemerintahan negara.
Ketiga, kelompok yang
mewakili kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung
dan badan peradilan yang berada di bawahnya, dan mahkamah konstitusi. Untuk
pembahasan tatanan kelembagaan dalam modul ini, kita hanya akan melihat dua
badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, yakni Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Tinggi, baik yang ada di Pusat maupun di Daerah. Badan peradilan lainnya
terdiri atas badan-badan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama,
peradilan miitar, dan peradilan tata usaha negara.
Komisi Yudisial bersifat
mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agum dan mempunyai
wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran
martabat, serta perilaku hakim.
Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-undang Dasar, memutus
sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikah oleh
Undang-undang Dasar, memutuskan pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum. Ketiga kelompok tersebut merupakan perwujudan
konsep trias politica dalam
ketatanegaraan, yaitu ada kelompok atau cabang legislatif, eksekutif, dan
yudikatif.
Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) tidak merupakan bagian dari ketiga kekuatan atau kekuasaan tersebut di
atas. Lembaga semacam BPK dikenal dalam sistem ketatanegaraan negara-negara
demokrasi. Nama generik untuk lembaga ini adalah Supremes Audit Institutions (SAI). Secara umum ada tiga model SAI,
yakni Napoleonic System, Westminster
System, dan Board System.
Meskipun belajar di negeri
Belanda dan paham betul dengan sistem kontinental, Bung Hatta tidak memilih Napoleonic System maupun Westminster System, tetapi lebih memilih
Board System.
SAI adalah lembaga-lembaga
di tingkat nasional yang bertanggung jawab untuk mengaudit penerimaan dan
belanja negara. Tujuan utama SAI adalah mengawasai pengelolaan keuangan negara
dan kualitas serta kredibilitas pelaporan keuangan pemerintah. SAI menyampaikan
informasi yang dibutuhkan lembaga perwakilan rakyat dan masyarakat luas, dan
membuat pemerintah akuntabel terhadap pengelolaan keuangan negara dan aset
negara. Dengan tujuan utama ini, SAI dapat bertindak untuk membatasi peluang
bagi malpraktik di bidang keuangan negara dan penyalagunaan kekuasaan. SAI
adalah salah satu dari pilar-pilar utama sistem integritas di negaranya.
Bagaimana dengan SAI di
Indonesia? Perubahan ketiga UUD 45 dalam Bab VIII A mengatur antara lain
tentang BPK. Pasal 23E dalam bab ini berbunyi:
(1) Untuk
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu
Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
(2) Hasil
pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.
(3) Hasil
pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan
sesuai dengan undang-undang.
Bagan 2 difokuskan kepada lembaga negara dan lembaga
kuasi negara yang berkaitan dengan sektor keuangan negara dan pemberantasan
tindak pidana korupsi.
Bagan 2
Di samping lembaga-lembaga di atas, ada lagi
suatu lembaga yang memfasilitasi pengungkapan tindak kejahatan, termasuk TPK,
yakni Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk kejahatan
pencucian uang dan interpol.
Potongan-potongan yang
tersebar di bagan 1 dan bagan 2 dikonsolidasikan dalam bagian 3. Tentunya bagan
3 ini menyederhanakan dunia nyatanya. Gambar ini menunjukkan komponen-komponen
besar dari tatanan kelembagaan yang kalu berfungsi dengan baik, merupakan
cerminan dari masyarakat yang berkedaulatan rakyat.
Bagan 3
Bagan 3 menunjukkan dua
kelompok besar yaitu lembaga-lembaga penyelenggara negara yang ditetapkan UUD
45 dan kelompok penekan. Tekanan atau tension
dalam keseluruhan tatanan ini tidak lain adalah bagian dari sistem check and balance yang menjamin tidak
adanya kuasa mutlak di satu tangan. Kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan
mutlak bersifat korup secara mutlak.
Di antara lembaga-lembaga
negara ada tekanan satu kepada yang lain, karena kemandirian dankewenangan yang
diberikan oleh UUD 45 dan ketentuan perundangan lainnnya. DPR dengan berbagai
haknya, seperi hak bujet, dapat menekan lembaga-lembaga negara lain dan lembaga
kuasi negara. Melalui hak legislasinya, ia dapat mengatur lembaga-lembaga lain
termasuk lembaga swasta melalui penerbitan undang-undang. Sebaliknya, kekuasaan
pemerintahan memungkinkannya menggunakan dana APBN/APBD yang telah disetujui
DPR/DPRD, dan menguasai informasi. Ini merupakan tekanan kepada DPR/DPRD. BPK
memeriksa akuntabilitas lembaga-lembaga negara dan kuasi negara dan
melaporkannya kepada DPR. Kekuasaan kehakiman memastikan bahwa kekuasaan
pemerintah melaksanakan amanat UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Kelompok penekan dalam bagan
3 diwakili beberapa lembaga kuasi negara (LKN) dan LSM. Dalam praktiknya, ada
kekuatan lain, seperti pers dan masyarakat. Kelompok penekan melalui
kewenangannya yang berasal dari ketentuan perundang-undangan maupun karena
pengakuan dan kepercayaan yang mereka peroleh dari masyarakat, memberi tekanan
kepada lembaga-lembaga penyelenggara. Tekanan ini akan membuat atau diharapkan
akan membuat pihak lainnya menjadi waspada dan berhati-hati. Kelompok penekan
bisa juga kehilangan daya tekannya karena praktik-praktik tidak sehat seperti
menerima suap, memeras, dan lain-lain.
Kalau seluruh roda dalam
tatanan kelembagaan tadi berputar dengan lancar, kita mengalami kematangan
dalam demokrasi. Biasanya yang menjadi acuan dari kematangan demokrasi adalah
negara-negara dengan tradisi Yunani-Romawi. Namun di sekitar kita di Asia pun
kita dapat melihat contoh-contoh yang baik. Di India dan Jepang perdebatan dan
sindir-menyindir berlangsung dengan santun dan elok, tidak kalah dengan
keelokan perdebatan di Inggris atau Amerika Serikat. Di Ekstrim lainnya kita
lihat Taiwan (dan sebelumnya Korea Selatan) di mana perdebatan diselesaikan
dengan adu jotos. Di antara kedua ekstrim itu kita menyaksikan keanggunan
demokrasi dan aristokrasi Thailand, di mana pada saat yang tepat kharisma tahta
kerajaan menyelesaikan masalah politik yang berat. Kekecewaan dari pihak
manapun terhadap roda-roda dalam tatanan kelembagaan dan ketidakmampuan
menyampaikan aspirasi secara demokratis akan mendorong parlemen jalanan, aksi
demonstrasi yang anarkis, bentrokan antar kekuasaan dengan kekerasan, dan
segala bentuk kekecewaan terhadap demokrasi.
Theodore Parker
mendefinisikan demokrasi sebagai “a
government of all the people, by all the people, of course a government of the
principles of eternal justice, the unchanging law of God; for shortness’ sake I
will call it the idea of Freedom.” Kalau semua rakyat ikut memerintah,
bayangkan tantangan yang dihadapi. Kepentingan di antara kita bisa berbeda;
kepentingan pekerja dan pemberi kerja, kepentingan kelompok mayoritas dan
kelompok minoritas, kepentingan menegakkan keadilan, dan kepentingan masa
depan, dan seterusnya.
Tanpa tradisi berdemokrasi,
kehidupan berdemokrasi bisa dangat melelahkan. Oleh karena itu, tradisi ini
harus terintegrasi dengan pendidikan sejak kecil di sekolah dan di rumah.
Anak-anak diajarkan mengungkapkan pendapat dan perasaannya secara lugas dan
santu, dan di lain pihak, menghargai pendapat orang lain, sekalipu kita tidak
menerimanya. Hampir 2.500 tahun yang lalu, plato melihat “demokrasi sebagai
bentuk yang indah dalam pemerintahan, penuh dengan kebhinekaan dan
ketidakteraturan, dengan menganugerahkan kesetaraan kepada yang istimewa dan
yang tidak istimewa.
Tidak jarang, bangsa yang
menemukan kembali demokrasi, rindu akan masa-masa di mana kekuasaan mutlak bisa
menyelesaikan masalah ekonomi dan pembangunan, masalah keamanan negara, dan
lain-lain masalah bangsa. Di antara pemimpin bangsa ini kita pun masih ada
kerinduan semacam ini.
Dewan Perwakilan Rakyat
periode 2009 – 2014 akan memiliki tambahan alat kelengkapan baru, yakni Badan
Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN). Hal ini diputuskan dalam pembahasan
Rancangan Undang-undang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang
prosesnya hampir mendekati tahap akhir. Tujuan penambahan badan tersebut adalah
untuk lebih mengoptimalkan fungsi pengawasan DPR.
BAKN berwenang melaksanakan
penyidikan atasu suatu kasus berdasarkan laporan audit Badan Pemeriksa
Keuangan, masukan dari komisi, atau masukan masyarakat. BAKN akan diisi 12
sampai 13 anggota DPR senior yang pernah menjabat paling sedikit dua periode.
BAKN didukung sekitar 30 staf yang memiliki latar belakang ilmu ekonomi.
Seluruh materi bagian sesudahnya dapat didownload pada http://linkshrink.net/76D9Ss.
Belum ada tanggapan untuk "Resume Bab 5 Tatanan Kelembagaan dalam Pemberantasan Korupsi"
Post a Comment