Resume Bab 5 Tatanan Kelembagaan dalam Pemberantasan Korupsi

TATANAN KELEMBAGAAN

(Modul lengkap bab ini dapat didownload pada http://linkshrink.net/76D9Ss)

Undang-undang Dasar 1945 (UUD 45) mengatur tatatan kelembagaan penyelenggara negara dengan menganu asas tris politica, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif, dengan ditambah satu lembaga pemeriksa yang bebas dan independen. Secara ringkas, lembaga-lembaga tersebut meliputi Presiden sebagai pihak eksekutif, DPR, DPD, dan MPR sebagai pihak legislatif, MK, MA dan KY sebagai pihak yudikatif, dan BPK sebagai lembaga pemeriksa.
Dalam hal pemberantasan tindak pidana korupsi, Indonesia memiliki suatu Anti-Corruption Agency (ACA) yang dinamakan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). KPK memiliki tugas dan fungsi yang meliputi koordinasi, supervisi, penyelidikan, pencegahan, dan pemantauan, terhadap tindakk pidana korupsi.
Dalam memberantas korupsi, KPK berkoordinasi dengan lembaga-lembaga lainnya seperti kepolisian, kejaksaan, BPK, BPKP, inspektorat jenderal, inspektorat daerah, dan lembaga-lembaga terkait lainnya.
Lembaga audit pemerintahan di Indonesia terdiri atas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selaku auditor eksternal dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) selaku auditor intern. APIP sendiri terdiri dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, inspektorat jenderal di kementerian/lembaga, dan inspektorat daerah di provinsi/kabupaten/kota.

Terakhir, satu lagi lembaga yang dianggap penting keberadaannya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi adalah LSM dan pers, wlaupun keberadaannya bukanlah menjadi bagian dari tatanan kelembagaan pemerintahan. Keberadaannya bisa disebut sebagai kelompok penekan (pressure group). Dalam hal ini, keberadaannya bisa memengaruhi proses pemberantasan tindak pidana korupsi yang sedang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga terkait.
Dalam memberantas korupsi, KPK berkoordinasi dengan lembaga-lembaga lainnya seperti kepolisian, kejaksaan, BPK, BPKP, inspektorat jenderal, inspektorat daerah, dan lembaga-lembaga terkait lainnya.
Lembaga audit pemerintahan di Indonesia terdiri atas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selaku auditor eksternal dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) selaku auditor intern. APIP sendiri terdiri dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, inspektorat jenderal di kementerian/lembaga, dan inspektorat daerah di provinsi/kabupaten/kota.
Terakhir, satu lagi lembaga yang dianggap penting keberadaannya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi adalah LSM dan pers, wlaupun keberadaannya bukanlah menjadi bagian dari tatanan kelembagaan pemerintahan. Keberadaannya bisa disebut sebagai kelompok penekan (pressure group). Dalam hal ini, keberadaannya bisa memengaruhi proses pemberantasan tindak pidana korupsi yang sedang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga terkait.
UUD 45 menyebutkan lembaga negara atau lembaga penyelenggara negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah. Secara sederahana, tatanan kelembagaan ini dapat dilihat dalam Bagan 1.

Bagan 1



Bagan 1 mengacu bab-bab dalam UUD 45 untuk masing-masing lembaga negara. Di tingkat pusat, ke delapan lembaga negara ini setara kedudukannya. Dalam bagan tersebut, ada dua kotak besar dengan bingkai garis putus-putus. Pengelompokkan ini sekadar untuk menyederhanakan presentasi. Kotak besar pertama berisi tiga kotak kecil, masing-masing DPR, DPD, dan MPR. Pengotakan ini sejalan dengan Pasal 1 ayat (1): “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.”
Kotak besar kedua juga berisi tiga kotak kecil, masing-masing: Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, dan Komisi Yudisial. Ketiga lembaga negara ini diatur dalam satu bab, yakni Bab IX, di UUD 45, dengan jdul Bab Kekuasaan Kehakiman.
Di tingkat pusat kita melihat empat kelompok kelembagaan. Pertama, kelompok lembaga yang mencerminkan perwakilan rakyat. Menarik sekali penjelasan UUD 45 mengenai Pasal 23 yang lama yang berisikan paham demokrasi. Kedua, adalah Presiden dan Wakil Presiden yang mewakili kekuasaan pemerintahan negara.
Ketiga, kelompok yang mewakili kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya, dan mahkamah konstitusi. Untuk pembahasan tatanan kelembagaan dalam modul ini, kita hanya akan melihat dua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, yakni Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, baik yang ada di Pusat maupun di Daerah. Badan peradilan lainnya terdiri atas badan-badan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan miitar, dan peradilan tata usaha negara.
Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agum dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikah oleh Undang-undang Dasar, memutuskan pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Ketiga kelompok tersebut merupakan perwujudan konsep trias politica dalam ketatanegaraan, yaitu ada kelompok atau cabang legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak merupakan bagian dari ketiga kekuatan atau kekuasaan tersebut di atas. Lembaga semacam BPK dikenal dalam sistem ketatanegaraan negara-negara demokrasi. Nama generik untuk lembaga ini adalah Supremes Audit Institutions (SAI). Secara umum ada tiga model SAI, yakni Napoleonic System, Westminster System, dan Board System.
Meskipun belajar di negeri Belanda dan paham betul dengan sistem kontinental, Bung Hatta tidak memilih Napoleonic System maupun Westminster System, tetapi lebih memilih Board System.
SAI adalah lembaga-lembaga di tingkat nasional yang bertanggung jawab untuk mengaudit penerimaan dan belanja negara. Tujuan utama SAI adalah mengawasai pengelolaan keuangan negara dan kualitas serta kredibilitas pelaporan keuangan pemerintah. SAI menyampaikan informasi yang dibutuhkan lembaga perwakilan rakyat dan masyarakat luas, dan membuat pemerintah akuntabel terhadap pengelolaan keuangan negara dan aset negara. Dengan tujuan utama ini, SAI dapat bertindak untuk membatasi peluang bagi malpraktik di bidang keuangan negara dan penyalagunaan kekuasaan. SAI adalah salah satu dari pilar-pilar utama sistem integritas di negaranya.
Bagaimana dengan SAI di Indonesia? Perubahan ketiga UUD 45 dalam Bab VIII A mengatur antara lain tentang BPK. Pasal 23E dalam bab ini berbunyi:
(1)  Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
(2)  Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.
(3)  Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.
Bagan 2 difokuskan kepada lembaga negara dan lembaga kuasi negara yang berkaitan dengan sektor keuangan negara dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Bagan 2

Di samping lembaga-lembaga di atas, ada lagi suatu lembaga yang memfasilitasi pengungkapan tindak kejahatan, termasuk TPK, yakni Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk kejahatan pencucian uang dan interpol.
Potongan-potongan yang tersebar di bagan 1 dan bagan 2 dikonsolidasikan dalam bagian 3. Tentunya bagan 3 ini menyederhanakan dunia nyatanya. Gambar ini menunjukkan komponen-komponen besar dari tatanan kelembagaan yang kalu berfungsi dengan baik, merupakan cerminan dari masyarakat yang berkedaulatan rakyat.

Bagan 3



Bagan 3 menunjukkan dua kelompok besar yaitu lembaga-lembaga penyelenggara negara yang ditetapkan UUD 45 dan kelompok penekan. Tekanan atau tension dalam keseluruhan tatanan ini tidak lain adalah bagian dari sistem check and balance yang menjamin tidak adanya kuasa mutlak di satu tangan. Kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan mutlak bersifat korup secara mutlak.
Di antara lembaga-lembaga negara ada tekanan satu kepada yang lain, karena kemandirian dankewenangan yang diberikan oleh UUD 45 dan ketentuan perundangan lainnnya. DPR dengan berbagai haknya, seperi hak bujet, dapat menekan lembaga-lembaga negara lain dan lembaga kuasi negara. Melalui hak legislasinya, ia dapat mengatur lembaga-lembaga lain termasuk lembaga swasta melalui penerbitan undang-undang. Sebaliknya, kekuasaan pemerintahan memungkinkannya menggunakan dana APBN/APBD yang telah disetujui DPR/DPRD, dan menguasai informasi. Ini merupakan tekanan kepada DPR/DPRD. BPK memeriksa akuntabilitas lembaga-lembaga negara dan kuasi negara dan melaporkannya kepada DPR. Kekuasaan kehakiman memastikan bahwa kekuasaan pemerintah melaksanakan amanat UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kelompok penekan dalam bagan 3 diwakili beberapa lembaga kuasi negara (LKN) dan LSM. Dalam praktiknya, ada kekuatan lain, seperti pers dan masyarakat. Kelompok penekan melalui kewenangannya yang berasal dari ketentuan perundang-undangan maupun karena pengakuan dan kepercayaan yang mereka peroleh dari masyarakat, memberi tekanan kepada lembaga-lembaga penyelenggara. Tekanan ini akan membuat atau diharapkan akan membuat pihak lainnya menjadi waspada dan berhati-hati. Kelompok penekan bisa juga kehilangan daya tekannya karena praktik-praktik tidak sehat seperti menerima suap, memeras, dan lain-lain.
Kalau seluruh roda dalam tatanan kelembagaan tadi berputar dengan lancar, kita mengalami kematangan dalam demokrasi. Biasanya yang menjadi acuan dari kematangan demokrasi adalah negara-negara dengan tradisi Yunani-Romawi. Namun di sekitar kita di Asia pun kita dapat melihat contoh-contoh yang baik. Di India dan Jepang perdebatan dan sindir-menyindir berlangsung dengan santun dan elok, tidak kalah dengan keelokan perdebatan di Inggris atau Amerika Serikat. Di Ekstrim lainnya kita lihat Taiwan (dan sebelumnya Korea Selatan) di mana perdebatan diselesaikan dengan adu jotos. Di antara kedua ekstrim itu kita menyaksikan keanggunan demokrasi dan aristokrasi Thailand, di mana pada saat yang tepat kharisma tahta kerajaan menyelesaikan masalah politik yang berat. Kekecewaan dari pihak manapun terhadap roda-roda dalam tatanan kelembagaan dan ketidakmampuan menyampaikan aspirasi secara demokratis akan mendorong parlemen jalanan, aksi demonstrasi yang anarkis, bentrokan antar kekuasaan dengan kekerasan, dan segala bentuk kekecewaan terhadap demokrasi.
Theodore Parker mendefinisikan demokrasi sebagai “a government of all the people, by all the people, of course a government of the principles of eternal justice, the unchanging law of God; for shortness’ sake I will call it the idea of Freedom.” Kalau semua rakyat ikut memerintah, bayangkan tantangan yang dihadapi. Kepentingan di antara kita bisa berbeda; kepentingan pekerja dan pemberi kerja, kepentingan kelompok mayoritas dan kelompok minoritas, kepentingan menegakkan keadilan, dan kepentingan masa depan, dan seterusnya.
Tanpa tradisi berdemokrasi, kehidupan berdemokrasi bisa dangat melelahkan. Oleh karena itu, tradisi ini harus terintegrasi dengan pendidikan sejak kecil di sekolah dan di rumah. Anak-anak diajarkan mengungkapkan pendapat dan perasaannya secara lugas dan santu, dan di lain pihak, menghargai pendapat orang lain, sekalipu kita tidak menerimanya. Hampir 2.500 tahun yang lalu, plato melihat “demokrasi sebagai bentuk yang indah dalam pemerintahan, penuh dengan kebhinekaan dan ketidakteraturan, dengan menganugerahkan kesetaraan kepada yang istimewa dan yang tidak istimewa.
Tidak jarang, bangsa yang menemukan kembali demokrasi, rindu akan masa-masa di mana kekuasaan mutlak bisa menyelesaikan masalah ekonomi dan pembangunan, masalah keamanan negara, dan lain-lain masalah bangsa. Di antara pemimpin bangsa ini kita pun masih ada kerinduan semacam ini.
Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009 – 2014 akan memiliki tambahan alat kelengkapan baru, yakni Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN). Hal ini diputuskan dalam pembahasan Rancangan Undang-undang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang prosesnya hampir mendekati tahap akhir. Tujuan penambahan badan tersebut adalah untuk lebih mengoptimalkan fungsi pengawasan DPR.
BAKN berwenang melaksanakan penyidikan atasu suatu kasus berdasarkan laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan, masukan dari komisi, atau masukan masyarakat. BAKN akan diisi 12 sampai 13 anggota DPR senior yang pernah menjabat paling sedikit dua periode. BAKN didukung sekitar 30 staf yang memiliki latar belakang ilmu ekonomi.

Seluruh materi bagian sesudahnya dapat didownload pada http://linkshrink.net/76D9Ss.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Resume Bab 5 Tatanan Kelembagaan dalam Pemberantasan Korupsi"

Post a Comment