Resume Bab 4 Atribut dan Kode Etik Akuntan Forensik

ATRIBUT DAN KODE ETIK AKUNTAN FORENSIK SERTA STANDAR AUDIT INVESTIGATIF
(Modul lengkap bab ini dapat didownload pada http://linkshrink.net/7BJLqJ)


Association of Certified Fraud Exeminers (ACFE) menjelaskan karakteristik pemeriksa fraud yang harus memiliki kemampuan yang unik. Disamping keahlian teknis, pemeriksa fraud yang sukses mempunyai kemampuan mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi secara adil (fair), tidak memihak, sahih (mengikuti perundang-undangan) dan akurat, serta mampu melaporkan fakta-fakta yang dikumpukan dan kemudian melaporkannya dengan akurat dan lengkap. Sehingga dapat dikatakan pemeriksa fraud adalah orang yang memiliki gabungan keahlian dari pengacara, akuntan, kriminolog dan detektif atau investigator.
Salah satu contoh kode etik organisasi profesional yaitu kode etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengingat lembaga tersebut merupakan lembaga audit forensik yang paling efektif di Indonesia. KPK mendefinsikan kode etik sebagai norma  yang  wajib  dipatuhi  dan  dilaksanakan  oleh  Pegawai  Komisi  dalam  menjalankan  tugas-tugas  organisasi  maupun  menjalani kehidupan pribadi. Kode etik pimpinan KPK adalah penjabaran dari nilai-nilai dasar perilaku prilaku pribadi yang wajib dilaksanakan oleh seluruh pimpinan KPK.
K.H Spencer Picket dan Jennifer Picket merumuskan beberapa standar untuk melakukan investigasi terhadap fraud. Konteks yang mereka rajuk adalah investigasi atas fraud yang dilakukan oleh pegawai di perusahaan.  Standar tersebut adalah :
1.     Seluruh investigasi harus dilandasi praktik yang diakui (accepted best practices)
2.     Kumpulkan bukti – bukti dengan prinsip kehati – hatian (due care) sehingga bukti – bukti tadi dapat diterima di pengadilan.
3.     Pastikan seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks dan jejak audit tersedia
4.     Pastikan bahwa para investigatormengerti hak – hak asasi pegawai dan senantiasa menghormatinya
5.     Beban pembuktian ada pada yang menduga pegawainya melakukan kecurangan, dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus hukum dan administratif maupun hukum pidana.
6.     Cakup seluruh substansi investigasi dan kuasai seluruh target yang sangat kritis ditinjau dari segi waktu.
7.     Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontakdengan pihak ketiga , pengamanan mengenai hal – hal yang bersifat rahasia, ikut tata cara atau protokol, dokumentasi dan penyelenggara catatan, melibatkan / dan atau melapor ke polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan. 

URUTAN PEMBAHASAN
1)     -           Atribut Seorang Akuntan Forensik
2)     -           Karakteristik Seorang Pemeriksa Fraud
3)     -           Kualitas Akuntan Forensik
4)     -           Kode Etik Akuntan Forensik
5)     -           Standar Audit Investigatif
6)     -           Standar Akuntansi Forensik

(Seluruh materi bab ini dapat didownload pada http://linkshrink.net/7BJLqJ)

1.    ATRIBUT SEORANG AKUNTAN FORENSIK
Howard R. Davia dalam Tuanakotta (2010 : 99)  memberi lima nasihat kepada seorang auditor pemula dalam melakukan investigasi terhadap fraud, yaitu
1.     Menghindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara prematur. Identifikasi lebih dahulu siapa pelaku atau yang mempunyai potensi menjadi pelaku. Banyak auditor berkutat pada pengumpulan fakta dan temuan, tetapi tidak menjawab pertanyaan yang paling penting : Who did it ? Ada kalanya kebiasaan penyembunyian nama pelaku didorong oleh keinginan untuk “memperhalus” pengungkapan sesuatu yang kelihatannya kurang elok. Dalam bahasa Inggris, penghalusan ini disebut euphemism.
2.     Fraud auditor harus mampu membuktikan “niat pelaku melakukan kecurangan”. Banyak kasus kecurangan kandas di sidang pengadilan karena penyidik dan saksi ahli (akuntan forensik) gagal membuktikan niat melakukan kejahatan atau pelanggaran. Menurut Davia, tujuan proses pengadilan adalah menilai orang, bukan mendengar celotehan yang berkepanjangan tentang kejahatannya.
3.     Seorang auditor forensik harus kreatif, berpikir seperti pelaku fraud, jangan dapat ditebak. Dalam proses audit investagatif, keadaan dapat berubah dengan cepat, misalnya, bukti dan barang bukti disembunyikan atau dihancurkan atau pelaku bersembunyi atau melarikan diri. Dalam kondisi seperti tersebut auditor forensik harus berpikir kreatif dalam menggunakan prosedur, kombinasi prosedur atau alternatif prosedur untuk mengumpulkan bukti. Seorang auditor forensik harus dapat berpikir layaknya seorang pelaku fraud agar dapat mengantisipasi langkah-langkah yang akan diambil pelaku fraud jika mereka mengetahui bahwa tindakan mereka telah tercium atau terungkap. Seorang auditor forensik juga tidak gampang ditebak dalam melakukan proses audit investigatif, agar tidak dengan mudah dapat diantisipasi oleh pelaku fraud.
4.     Auditor harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan. Ada dua macam persengkongkolan yaitu :
a.     Persengkongkolan yang sifatnya sukarela, dan pesertanya memang mempunyai niat jahat. Davia menamakannya, ordinary conspiracy
b.     Persengkongkolan dimana pesertanya tidak menyadari bahwa keluguannya dimanfaatkan oleh rekan kerjanya, contohnya memberikan password komputernya. Davia menamakannya pseudo-conspiracy.
Dalam tindakan fraud yang dibarengi dengan persekongkolan, auditor forensik harus memiliki indra atau intuisi yang tajam untuk merumuskan “teori persekongkolan” untuk memudahkan dalam pengumpulan bukti.
Auditor harus mengenali pola fraud yang dilakukan oleh pelaku, yaitu si auditor harus mempertimbangkan apakah kecurangan dilakukan di dalam pembukuan atau di luar pembukuan. Pendeteksian dan pengumpulan bukti terhadap fraud yang dilakukan dalam pembukuan, seperti pencatatan ganda atas pembayaran kepada pemasok, akan memerlukan tehnik dan prosedur audit yang berbeda dengan pola fraud yang ada di luar pembukuan seperti kickback, penagihan piutang yang sudah dihapus dan penjualan barang yang sudah dubesituakan. Untuk membuktikan fraud yang dilakukan dengan pembayaran ganda misalnya, auditor forensik akan lebih efektif dan efisien  jika menggunakan prosedur vouching, yaitu menelusuri dari transaksi ke bukti pendukung. Jika auditor forensik melakukan sebaliknya, yaitu dengan menggunakan trashing (menelusuri dari bukti pendukung ke transaksi), maka pencatatan ganda atas pembayaran tersebut tidak akan terdeteksi.

2.    KARAKTERISTIK SEORANG PEMERIKSA FRAUD
Association of Certified Fraud Exeminers (ACFE) menjelaskan karakteristik pemeriksa fraud yang harus memiliki kemampuan yang unik. Disamping keahlian teknis, pemeriksa fraud yang sukses mempunyai kemampuan mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi secara adil (fair), tidak memihak, sahih (mengikuti perundang-undangan) dan akurat, serta mampu melaporkan fakta-fakta yang dikumpukan dan kemudian melaporkannya dengan akurat dan lengkap. Sehingga dapat dikatakan pemeriksa fraud adalah orang yang memiliki gabungan keahlian dari pengacara, akuntan, kriminolog dan detektif atau investigator.
Menurut Allan Pinkerton menyebutkan kualitas yang harus dimiliki oleh seorang detektif, yaitu seorang detektif harus memiliki beberapa kualifikasi tertentu, yaitu hati-hati (tidak gegabah), menjaga kerahasiaan pekerjaannya, kreatif dalam menemukan hal-hal baru, pantang menyerah, berani, dan di atas segala-galanya adalah jujur. Disamping itu, detektif harus juga memiliki kemampuan dalam pendekatan dengan manusia dan ketangguhan mencari informasi seluas-luasnya yang memungkinkannya menerapkan kemahirannya sebagai detektif dengan segera dan secara efektif.
Kemampuan berinteraksi dengan manusia amat menentukan. Sikap pemeriksa terhadap orang lain memengaruhi sikap orang lain tersebut keapadanya. Sikap yang bermusuhan akan menimbulkan rasa was-was dalam diri responden, yang kemudian menyebabkan mereka bersikap menarik diri dan menjaga jarak. Selanjutnya Art Buckwalter mengatakan, rahasia menjadi private investigator adalah menjadi sosok yang disukai orang lain. Pemeriksa yang menyesatkan orang lain seringkali menyesatkan diri sendiri.
Pemeriksa fraud harus mempunyai kemampuan teknis untuk mengerti konsep – konsep keuangan dan kemampuan untuk menarik kesimpulan terhadapnya. Ciri yang unik dari kasus – kasus fraud, yakni berbeda dengan kejahatan tradisional atas harta benda, adalah identitas pelakunya biasanya diketahui. Dalam kasus – kasus fraud, issue-nya bukanlah penentuan identitas pelakunya, namun apakah perbuatannya dapat dianggap merupakan fraud.

3.    KUALITAS AKUNTAN FORENSIK
Menurut Robert J. Lindquist menyatakan bahwa kualitas yang harus dimiliki oleh akuntan forensik sebagai berikut :
  1. Kreatif
Dalam hal ini kreatif diartikan sebagai kemampuan untuk melihat sesuatu secara berbeda dari orang lain. Suatu hal yang normal bagi orang lain belum tentu dianggap normal oleh akuntan forensik.
  1. Rasa ingin tahu
Keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi dalam rangkaian peristiwa dan situasi.
  1. Tidak menyerah
Kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta (seolah-olah) tidak mendukung, dan ketika dokumen atau informasi sulit diperoleh.
  1. Akal sehat
Kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata. Ada yang menyebutnya perspektif anak jalanan yang mengerti betul kerasnya kehidupan.
  1. Business sense
Kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhnya berjalan dan bukan hanya sekedar memahami bagaimana transaksi dicatat.
  1. Percaya diri
Kemampuan untuk mempercayai diri dan temuannya sehingga dapat bertahan di bawah cross examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum dan pembela).


Seluruh materi bagian sesudahnya dapat didownload pada http://linkshrink.net/7BJLqJ

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Resume Bab 4 Atribut dan Kode Etik Akuntan Forensik"

Post a Comment