ATRIBUT
DAN KODE ETIK AKUNTAN FORENSIK SERTA STANDAR AUDIT INVESTIGATIF
(Modul lengkap bab ini dapat didownload pada http://linkshrink.net/7BJLqJ)
Association of Certified Fraud Exeminers (ACFE) menjelaskan karakteristik pemeriksa fraud yang harus memiliki kemampuan yang unik. Disamping keahlian teknis, pemeriksa fraud yang sukses mempunyai kemampuan mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi secara adil (fair), tidak memihak, sahih (mengikuti perundang-undangan) dan akurat, serta mampu melaporkan fakta-fakta yang dikumpukan dan kemudian melaporkannya dengan akurat dan lengkap. Sehingga dapat dikatakan pemeriksa fraud adalah orang yang memiliki gabungan keahlian dari pengacara, akuntan, kriminolog dan detektif atau investigator.
Salah satu contoh kode etik organisasi profesional yaitu
kode etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengingat lembaga tersebut
merupakan lembaga audit forensik yang paling efektif di Indonesia. KPK
mendefinsikan kode etik sebagai norma
yang wajib dipatuhi
dan dilaksanakan oleh
Pegawai Komisi dalam
menjalankan tugas-tugas organisasi
maupun menjalani kehidupan
pribadi. Kode etik pimpinan KPK adalah penjabaran dari nilai-nilai dasar
perilaku prilaku pribadi yang wajib dilaksanakan oleh seluruh pimpinan KPK.
K.H Spencer Picket dan Jennifer Picket
merumuskan beberapa standar untuk melakukan investigasi terhadap fraud. Konteks yang mereka rajuk adalah
investigasi atas fraud yang dilakukan
oleh pegawai di perusahaan. Standar
tersebut adalah :
1.
Seluruh
investigasi harus dilandasi praktik yang diakui (accepted best practices)
2.
Kumpulkan
bukti – bukti dengan prinsip kehati – hatian (due care) sehingga bukti – bukti tadi dapat diterima di pengadilan.
3.
Pastikan
seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks dan jejak
audit tersedia
4.
Pastikan
bahwa para investigatormengerti hak – hak asasi pegawai dan senantiasa
menghormatinya
5.
Beban
pembuktian ada pada yang menduga pegawainya melakukan kecurangan, dan pada
penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus hukum dan
administratif maupun hukum pidana.
6.
Cakup
seluruh substansi investigasi dan kuasai seluruh target yang sangat kritis
ditinjau dari segi waktu.
7.
Liput
seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan
pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontakdengan pihak ketiga ,
pengamanan mengenai hal – hal yang bersifat rahasia, ikut tata cara atau
protokol, dokumentasi dan penyelenggara catatan, melibatkan / dan atau melapor
ke polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan.
URUTAN PEMBAHASAN
1)
- Atribut Seorang Akuntan Forensik
2)
- Karakteristik Seorang Pemeriksa Fraud
3)
- Kualitas Akuntan Forensik
4)
- Kode Etik Akuntan Forensik
5)
- Standar Audit Investigatif
6)
- Standar Akuntansi Forensik
(Seluruh materi bab ini dapat didownload pada http://linkshrink.net/7BJLqJ)
(Seluruh materi bab ini dapat didownload pada http://linkshrink.net/7BJLqJ)
1. ATRIBUT SEORANG AKUNTAN FORENSIK
Howard R. Davia dalam Tuanakotta (2010 : 99) memberi lima nasihat kepada seorang auditor
pemula dalam melakukan investigasi terhadap fraud,
yaitu
1. Menghindari pengumpulan fakta dan data
yang berlebihan secara prematur. Identifikasi lebih dahulu siapa pelaku atau
yang mempunyai potensi menjadi pelaku. Banyak auditor berkutat pada pengumpulan
fakta dan temuan, tetapi tidak menjawab pertanyaan yang paling penting : Who did it ? Ada kalanya kebiasaan
penyembunyian nama pelaku didorong oleh keinginan untuk “memperhalus”
pengungkapan sesuatu yang kelihatannya kurang elok. Dalam bahasa Inggris,
penghalusan ini disebut euphemism.
2.
Fraud auditor harus mampu membuktikan “niat
pelaku melakukan kecurangan”. Banyak kasus kecurangan kandas di sidang
pengadilan karena penyidik dan saksi ahli (akuntan forensik) gagal membuktikan
niat melakukan kejahatan atau pelanggaran. Menurut Davia, tujuan proses
pengadilan adalah menilai orang, bukan mendengar celotehan yang berkepanjangan
tentang kejahatannya.
3.
Seorang
auditor forensik harus kreatif, berpikir seperti pelaku fraud, jangan dapat ditebak. Dalam proses audit investagatif,
keadaan dapat berubah dengan cepat, misalnya, bukti dan barang bukti
disembunyikan atau dihancurkan atau pelaku bersembunyi atau melarikan diri.
Dalam kondisi seperti tersebut auditor forensik harus berpikir kreatif dalam
menggunakan prosedur, kombinasi prosedur atau alternatif prosedur untuk
mengumpulkan bukti. Seorang auditor forensik harus dapat berpikir layaknya
seorang pelaku fraud agar dapat
mengantisipasi langkah-langkah yang akan diambil pelaku fraud jika mereka mengetahui bahwa tindakan mereka telah tercium
atau terungkap. Seorang auditor forensik juga tidak gampang ditebak dalam
melakukan proses audit investigatif, agar tidak dengan mudah dapat diantisipasi
oleh pelaku fraud.
4.
Auditor
harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan. Ada dua
macam persengkongkolan yaitu :
a.
Persengkongkolan
yang sifatnya sukarela, dan pesertanya memang mempunyai niat jahat. Davia
menamakannya, ordinary conspiracy
b.
Persengkongkolan
dimana pesertanya tidak menyadari bahwa keluguannya dimanfaatkan oleh rekan
kerjanya, contohnya memberikan password
komputernya. Davia menamakannya pseudo-conspiracy.
Dalam tindakan
fraud yang dibarengi dengan
persekongkolan, auditor forensik harus memiliki indra atau intuisi yang tajam
untuk merumuskan “teori persekongkolan” untuk memudahkan dalam pengumpulan
bukti.
Auditor harus mengenali pola fraud yang dilakukan oleh pelaku, yaitu
si auditor harus mempertimbangkan apakah kecurangan dilakukan di dalam
pembukuan atau di luar pembukuan. Pendeteksian dan pengumpulan bukti terhadap fraud yang dilakukan dalam pembukuan, seperti
pencatatan ganda atas pembayaran kepada pemasok, akan memerlukan tehnik dan
prosedur audit yang berbeda dengan pola fraud
yang ada di luar pembukuan seperti kickback, penagihan piutang yang sudah
dihapus dan penjualan barang yang sudah dubesituakan. Untuk membuktikan fraud yang dilakukan dengan pembayaran
ganda misalnya, auditor forensik akan lebih efektif dan efisien jika menggunakan prosedur vouching, yaitu
menelusuri dari transaksi ke bukti pendukung. Jika auditor forensik melakukan
sebaliknya, yaitu dengan menggunakan trashing (menelusuri dari bukti pendukung
ke transaksi), maka pencatatan ganda atas pembayaran tersebut tidak akan
terdeteksi.
2. KARAKTERISTIK SEORANG PEMERIKSA FRAUD
Association of Certified
Fraud Exeminers
(ACFE) menjelaskan karakteristik pemeriksa fraud
yang harus memiliki kemampuan yang unik. Disamping keahlian teknis, pemeriksa fraud yang sukses mempunyai kemampuan
mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi secara adil (fair), tidak memihak,
sahih (mengikuti perundang-undangan) dan akurat, serta mampu melaporkan
fakta-fakta yang dikumpukan dan kemudian melaporkannya dengan akurat dan
lengkap. Sehingga dapat dikatakan pemeriksa fraud
adalah orang yang memiliki gabungan keahlian dari pengacara, akuntan,
kriminolog dan detektif atau investigator.
Menurut Allan Pinkerton menyebutkan kualitas yang harus
dimiliki oleh seorang detektif, yaitu seorang detektif harus memiliki beberapa
kualifikasi tertentu, yaitu hati-hati (tidak gegabah), menjaga kerahasiaan
pekerjaannya, kreatif dalam menemukan hal-hal baru, pantang menyerah, berani,
dan di atas segala-galanya adalah jujur. Disamping itu, detektif harus juga
memiliki kemampuan dalam pendekatan dengan manusia dan ketangguhan mencari
informasi seluas-luasnya yang memungkinkannya menerapkan kemahirannya sebagai
detektif dengan segera dan secara efektif.
Kemampuan berinteraksi dengan manusia amat menentukan. Sikap
pemeriksa terhadap orang lain memengaruhi sikap orang lain tersebut keapadanya.
Sikap yang bermusuhan akan menimbulkan rasa was-was dalam diri responden, yang
kemudian menyebabkan mereka bersikap menarik diri dan menjaga jarak.
Selanjutnya Art Buckwalter mengatakan, rahasia menjadi private investigator
adalah menjadi sosok yang disukai orang lain. Pemeriksa yang menyesatkan orang lain
seringkali menyesatkan diri sendiri.
Pemeriksa fraud harus mempunyai kemampuan teknis untuk mengerti konsep –
konsep keuangan dan kemampuan untuk menarik kesimpulan terhadapnya. Ciri yang
unik dari kasus – kasus fraud, yakni
berbeda dengan kejahatan tradisional atas harta benda, adalah identitas
pelakunya biasanya diketahui. Dalam kasus – kasus fraud, issue-nya bukanlah penentuan identitas pelakunya, namun
apakah perbuatannya dapat dianggap merupakan fraud.
3. KUALITAS AKUNTAN FORENSIK
Menurut Robert J. Lindquist menyatakan bahwa kualitas
yang harus dimiliki oleh akuntan forensik sebagai berikut :
- Kreatif
Dalam hal ini kreatif diartikan sebagai kemampuan untuk
melihat sesuatu secara berbeda dari orang lain. Suatu hal yang normal bagi orang
lain belum tentu dianggap normal oleh akuntan forensik.
- Rasa
ingin tahu
Keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi
dalam rangkaian peristiwa dan situasi.
- Tidak
menyerah
Kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta
(seolah-olah) tidak mendukung, dan ketika dokumen atau informasi sulit
diperoleh.
- Akal
sehat
Kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata.
Ada yang menyebutnya perspektif anak jalanan yang mengerti betul kerasnya
kehidupan.
- Business sense
Kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhnya
berjalan dan bukan hanya sekedar memahami bagaimana transaksi dicatat.
- Percaya
diri
Kemampuan untuk mempercayai diri dan
temuannya sehingga dapat bertahan di bawah cross examination (pertanyaan silang
dari jaksa penuntut umum dan pembela).
Belum ada tanggapan untuk "Resume Bab 4 Atribut dan Kode Etik Akuntan Forensik"
Post a Comment