Hukum Acara Pidana
(Modul lengkap bab ini dapat didownload pada http://linkshrink.net/7FFBAX, untuk presentasi *ppt dapat didownload pada http://linkshrink.net/7bxywi)
(Modul lengkap bab ini dapat didownload pada http://linkshrink.net/7FFBAX, untuk presentasi *ppt dapat didownload pada http://linkshrink.net/7bxywi)
Di awal pembahasan,
pembaca akan diberikan pengantar bagaimana seorang akuntan forensik bekerja
dalam hubungan dengan masalah hukum. Pembaca selanjutnya langsung disajikan empat
contoh kasus sederhana yang dianalisis sesuai pasal-pasal yang ada dalam
Undang-Undang Pemberantasan Tipikor dan menguraikan unsur-unsur tipikor di
dalamnya untuk memberikan gambaran awal bagaimana mengaitkan antara suatu kasus
dengan UU pemberantasan tipikor dan menguraikan unsur-unsur tipikornya.
Di bagian
selanjutnya, disajikan ringkasan pengelompokan 30 jenis bentuk tipikor yang
diuraikan dari tujuh kelompok tipikor. Kemudian secara lengkap, tujuh kelompok
dan 30 jenis bentuk tipikor tadi, diuraikan unsur-unsurnya sesuai pasal-pasal
yang ada dalam UU Pemberantasan Tipikor.
Di bagian akhir
pembahasan, dijelaskan pula beberapa konsep baik yang secara umum dikenal dalam
KUHP dan KUHAP maupun yang khas untuk tindak pidana korupsi. Terkahir,
disajikan analisis beberapa kasus korupsi yang terjadi di Indonesia yaitu kasus
Akbar Tandjung, Samadikun Hartono dan Djoko S. Tjandra.
1.
Pengantar
Akuntan forensik bekerja sama dengan praktisi hukum dalam
menyelesaikan masalah hukum. Karena itu akuntan forensik perlu memahami hukum
pembuktian sesuai dengan masalah hukum yang dihadapi, seperti pembuktian untuk
tindak pidana umum (dimana beberapa pelanggaran dan kejahatan mengenai fraud diatur), tindak pidana khusus
(seperti korupsi, pencucian uang, perpajakan, dan lain-lain), pembuktian dalam
hukum perdata, pembuktian dalam hukum administrasi dan sebagainya.
Akuntan forensik mengenal teknik
analisis dari pengalamannya sebagai auditor. Modul ini membahas teknik analisis
dengan menggunakan rumusan mengenai perbuatan-perbuatan melawan hukum seperti
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut “Undang-Undang Tipikor). Dari contoh
Undang-Undang Tipikor, pembaca dapat menerapkannya dalam pembuktian hukum
lainnya.
Perbuatan melawan hukum dirumuskan
dalam satu atau beberapa kalimat yang dapat dianalisis atau dipilah-pilah ke
dalam bagian yang lebih kecil. Unsur-unsur ini dikenal dengan istilah Belanda, Bestanddeel (tunggal) atau bestanddeelen (jamak). Penyidik atau
akuntan forensik mengumpulkan bukti dan barang bukti untuk setiap unsur
tersebut. Bukti dan barang bukti yang dikumpulkan untuk setiap unsur akan
mendukung atau membantah adanya perbuatan melawan hukum.
Tujuan dari hukum acara pidana adalah mencari dan mendapat atau
setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil ialah kebenaran yang
selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan
hukum acara pidana secara jujurdan tepat dengan tujuan mencari siapakah pelaku
yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya
meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti
bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa
tersebut dapat dipersalahkan.
Undang-Undang Dasar 1945
menjelaskan dengan tegas bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat) tidak berdasarkan kekuasaan
belaka (machtsstaat).
Jelaslah bahwa
penghayatan, pengamalan, dan pelaksanaan hak asasi manusia serta hak dan
kewajiban warga negara untuk menegakan keadilan tidak boleh ditinggalkan oleh
setiap warga negara, setiap setiap penyelenggara negara, setiap kelembagaan
negara dan lembaga kemasyarakatan baik dipusat maupun di daerah yang perlu
terwujud pula dalam dan dengan hukum acara pidana ini.
Asas yang mengatur
perlindungan terhadap keluhuran harkat dan martabat manusia yang telah
diletakan di dalam undang-undang tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman, yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 harus ditegakkan dalam dan
undang-undang ini
Adapun Asas
tersebut adalah sebagai berikut.
a) Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum
dan dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan.
b) Penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan
hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang
oleh undang-undang dan hanya dalam hal dan denga cara yang diatur dengan
undang-undang.
c) Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut,
dan/atau dihadapkan dimuka pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai
adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan
hukum tetap.
d) Kepada seseorang yang ditangkap, ditahan, dituntut,
ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan/atau karena
kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diberi ganti
kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak
hukum yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum
tersebut dilanggar, dituntut, dipidana, dan/atau dikenakan hukuman
administrasi.
e) Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana,
dan biaya ringan serta bebas, jujur, dan tidak memihak harus diterapkan secara
konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan.
f) Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberikan
kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk
melaksanakan pembelaan atas dirinya.
g) Kepada seorang tersangka, sejak saat dilakukan
penangkapan dan/atau penahanan selain wajib diberi tahu dakwaan dan dasar hukum
yang didakwakan kepadanya, juga wajib diberitahu haknya itu, termasuk hak untuk
menghubungi dan meminta bantuan penasihat hukum.
h) Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya
terdakwa.
i) Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum,
kecuali dalam hal yang diatur dalam undang-undang.
j) Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara
pidana dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
Sebagian dari
asas-asas hukum acara pidana yang dibahas dibawah tercakup dalam asas-asas yang
mengatur perlindungan terhadap keluhuran harkat dan martabat manusia yang
dibahas diatas. Ini tidaklah mengherankan karena asas-asas perlindungan adalah
bagian dari asas-asas hukum acara pidana.
Berikut asas-asas
hukum acara pidana yang secara universal diterima, tetapi tidak selamanya
diterapkan secara konsisten di beberapa negara.
a) Peradilan cepat,sederhana, dan biaya ringan.
b) Praduga tak bersalah.
c) Asas oportunitas.
d) Pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum.
e) Semua orang diperlakukan sama didepan hakim.
f) Peradilan dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan
tetap.
g) Tersangka/terdakwa berhak mendapat bantuan hukum.
h) Asas akusator.
i) Pemeriksaan oleh hakim langsung dan lisan.
Beberapa asas-asas
tersebut akan kita temukan pada bagian Hukum Acara Perdata dalam modul ini.
Namun, ada juga asas-asas yang berbeda dan khas untuk tiap-tiap hukum acara
pidana dan hukum acara perdata. Beberapa diantara asas-asas ini akan dibahas
lebih lanjut.
Peradilan yang
cepat, sederhana, dan dengan biaya yang ringan bukan merupakan hal baru. Asas
ini lahir bersama KUHAP. Merujuk pada sistem peradilan cepat, banyak ketentuan
di dalam KUHAP memakai istilah “segera”.
Asas praduga tak
bersalah disebut dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan dalam penjelasan umum butir
3c KUHAP yang berbunyi “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan,
dituntut dan atau dihadapkan dimuka persidangan, wajib dianggap tidak bersalah
sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh
ketentuan hukum tetap.”
Ada dua asas yang
berkenaan dengan hak penuntutan, yaitu asas legalitas dan asas oportunitas.
Dalam asas legalitas, penuntut umum wajib menuntut suatu delik. Ini misalnya
dianut di Jerman. KUHAP menganut asas oportunitas.
A.Z. Abidin Farid
menulis tentang asas oportinitas: ‘Asas hukum yang memberikan wewenang kepada
penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat
seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik demi kepentingan umum.”
Pasal 32C
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang kejaksaan menegaskan danutnya asas
oportunitas. Pasal ini berbunyi sebagai berikut: “Jaksa agung dapat
menyampaikan suatu perkara berdasarkan kepentingan umum.”
Asas mengenai
pemeriksaan pengadilan bersifat terbuka untuk umum dapat dilihat dalam pasal
153 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP.
Asas semua orang
diperlakukan sama didepan hukum dengan tegas tercantum dalam Undang-Undang
Pokok Kekuasaan Kehakiman Pasal 5 ayat (1) dan KUHAP dalam penjelasan umum
butir 3a. Undang-Undang pokok Kekuasaan Kehakiman pasal 5 ayat (1) berbunyi:
“pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.”
Persatuan jaksa (persaja) menggunakan ungkapan dalam bahasa sansekertanya: tan
hana dharma manrua sebagai mottonya.
Asas peradilan
dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan tetap berarti pengambilan keputusan
mengenai salah tidak nya terdakwa dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan
bersifat tetap. Untuk jabatan ini, hakim-hakim yang tetap diangkat oleh kepala
negara. Ini sebut dalam undang-undang pokok kekuasaan kehakiman pasal 31.
Seluruh materi bagian sesudahnya dalam bab ini dapat didownload pada http://linkshrink.net/7FFBAX dan PPT* pada http://linkshrink.net/7bxywi.
Seluruh materi bagian sesudahnya dalam bab ini dapat didownload pada http://linkshrink.net/7FFBAX dan PPT* pada http://linkshrink.net/7bxywi.
Belum ada tanggapan untuk "ResumeBab 22 Hukum Acara Pidana dalam Audit Forensik"
Post a Comment