ResumeBab 22 Hukum Acara Pidana dalam Audit Forensik


Hukum Acara Pidana 

(Modul lengkap bab ini dapat didownload pada http://linkshrink.net/7FFBAX, untuk presentasi *ppt dapat didownload pada http://linkshrink.net/7bxywi)

Di awal pembahasan, pembaca akan diberikan pengantar bagaimana seorang akuntan forensik bekerja dalam hubungan dengan masalah hukum. Pembaca selanjutnya langsung disajikan empat contoh kasus sederhana yang dianalisis sesuai pasal-pasal yang ada dalam Undang-Undang Pemberantasan Tipikor dan menguraikan unsur-unsur tipikor di dalamnya untuk memberikan gambaran awal bagaimana mengaitkan antara suatu kasus dengan UU pemberantasan tipikor dan menguraikan unsur-unsur tipikornya.

Di bagian selanjutnya, disajikan ringkasan pengelompokan 30 jenis bentuk tipikor yang diuraikan dari tujuh kelompok tipikor. Kemudian secara lengkap, tujuh kelompok dan 30 jenis bentuk tipikor tadi, diuraikan unsur-unsurnya sesuai pasal-pasal yang ada dalam UU Pemberantasan Tipikor.


Di bagian akhir pembahasan, dijelaskan pula beberapa konsep baik yang secara umum dikenal dalam KUHP dan KUHAP maupun yang khas untuk tindak pidana korupsi. Terkahir, disajikan analisis beberapa kasus korupsi yang terjadi di Indonesia yaitu kasus Akbar Tandjung, Samadikun Hartono dan Djoko S. Tjandra.

1.          Pengantar
Akuntan forensik bekerja sama dengan praktisi hukum dalam menyelesaikan masalah hukum. Karena itu akuntan forensik perlu memahami hukum pembuktian sesuai dengan masalah hukum yang dihadapi, seperti pembuktian untuk tindak pidana umum (dimana beberapa pelanggaran dan kejahatan mengenai fraud diatur), tindak pidana khusus (seperti korupsi, pencucian uang, perpajakan, dan lain-lain), pembuktian dalam hukum perdata, pembuktian dalam hukum administrasi dan sebagainya.
Akuntan forensik mengenal teknik analisis dari pengalamannya sebagai auditor. Modul ini membahas teknik analisis dengan menggunakan rumusan mengenai perbuatan-perbuatan melawan hukum seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut “Undang-Undang Tipikor). Dari contoh Undang-Undang Tipikor, pembaca dapat menerapkannya dalam pembuktian hukum lainnya.
Perbuatan melawan hukum dirumuskan dalam satu atau beberapa kalimat yang dapat dianalisis atau dipilah-pilah ke dalam bagian yang lebih kecil. Unsur-unsur ini dikenal dengan istilah Belanda, Bestanddeel (tunggal) atau bestanddeelen (jamak). Penyidik atau akuntan forensik mengumpulkan bukti dan barang bukti untuk setiap unsur tersebut. Bukti dan barang bukti yang dikumpulkan untuk setiap unsur akan mendukung atau membantah adanya perbuatan melawan hukum.

Tujuan dari hukum acara pidana adalah mencari dan mendapat atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujurdan tepat dengan tujuan mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa tersebut dapat dipersalahkan.
Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan dengan tegas bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat) tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtsstaat).
Jelaslah bahwa penghayatan, pengamalan, dan pelaksanaan hak asasi manusia serta hak dan kewajiban warga negara untuk menegakan keadilan tidak boleh ditinggalkan oleh setiap warga negara, setiap setiap penyelenggara negara, setiap kelembagaan negara dan lembaga kemasyarakatan baik dipusat maupun di daerah yang perlu terwujud pula dalam dan dengan hukum acara pidana ini.
Asas yang mengatur perlindungan terhadap keluhuran harkat dan martabat manusia yang telah diletakan di dalam undang-undang tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 harus ditegakkan dalam dan undang-undang ini
Adapun Asas tersebut adalah sebagai berikut.
a)     Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dan dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan.
b)     Penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam hal dan denga cara yang diatur dengan undang-undang.
c)     Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan dimuka pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
d)     Kepada seseorang yang ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan/atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidana, dan/atau dikenakan hukuman administrasi.
e)     Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana, dan biaya ringan serta bebas, jujur, dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan.
f)       Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberikan kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan pembelaan atas dirinya.
g)     Kepada seorang tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan dan/atau penahanan selain wajib diberi tahu dakwaan dan dasar hukum yang didakwakan kepadanya, juga wajib diberitahu haknya itu, termasuk hak untuk menghubungi dan meminta bantuan penasihat hukum.
h)     Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa.
i)       Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali dalam hal yang diatur dalam undang-undang.
j)       Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
Sebagian dari asas-asas hukum acara pidana yang dibahas dibawah tercakup dalam asas-asas yang mengatur perlindungan terhadap keluhuran harkat dan martabat manusia yang dibahas diatas. Ini tidaklah mengherankan karena asas-asas perlindungan adalah bagian dari asas-asas hukum acara pidana.
Berikut asas-asas hukum acara pidana yang secara universal diterima, tetapi tidak selamanya diterapkan secara konsisten di beberapa negara.
a)     Peradilan cepat,sederhana, dan biaya ringan.
b)     Praduga tak bersalah.
c)     Asas oportunitas.
d)     Pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum.
e)     Semua orang diperlakukan sama didepan hakim.
f)       Peradilan dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan tetap.
g)     Tersangka/terdakwa berhak mendapat bantuan hukum.
h)     Asas akusator.
i)       Pemeriksaan oleh hakim langsung dan lisan.
Beberapa asas-asas tersebut akan kita temukan pada bagian Hukum Acara Perdata dalam modul ini. Namun, ada juga asas-asas yang berbeda dan khas untuk tiap-tiap hukum acara pidana dan hukum acara perdata. Beberapa diantara asas-asas ini akan dibahas lebih lanjut.
Peradilan yang cepat, sederhana, dan dengan biaya yang ringan bukan merupakan hal baru. Asas ini lahir bersama KUHAP. Merujuk pada sistem peradilan cepat, banyak ketentuan di dalam KUHAP memakai istilah “segera”.
Asas praduga tak bersalah disebut dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan dalam penjelasan umum butir 3c KUHAP yang berbunyi “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan dimuka persidangan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh ketentuan hukum tetap.”
Ada dua asas yang berkenaan dengan hak penuntutan, yaitu asas legalitas dan asas oportunitas. Dalam asas legalitas, penuntut umum wajib menuntut suatu delik. Ini misalnya dianut di Jerman. KUHAP menganut asas oportunitas.
A.Z. Abidin Farid menulis tentang asas oportinitas: ‘Asas hukum yang memberikan wewenang kepada penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik demi kepentingan umum.”
Pasal 32C Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang kejaksaan menegaskan danutnya asas oportunitas. Pasal ini berbunyi sebagai berikut: “Jaksa agung dapat menyampaikan suatu perkara berdasarkan kepentingan umum.”
Asas mengenai pemeriksaan pengadilan bersifat terbuka untuk umum dapat dilihat dalam pasal 153 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP.
Asas semua orang diperlakukan sama didepan hukum dengan tegas tercantum dalam Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman Pasal 5 ayat (1) dan KUHAP dalam penjelasan umum butir 3a. Undang-Undang pokok Kekuasaan Kehakiman pasal 5 ayat (1) berbunyi: “pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.” Persatuan jaksa (persaja) menggunakan ungkapan dalam bahasa sansekertanya: tan hana dharma manrua sebagai mottonya.
Asas peradilan dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan tetap berarti pengambilan keputusan mengenai salah tidak nya terdakwa dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan bersifat tetap. Untuk jabatan ini, hakim-hakim yang tetap diangkat oleh kepala negara. Ini sebut dalam undang-undang pokok kekuasaan kehakiman pasal 31.

Seluruh materi bagian sesudahnya dalam bab ini dapat didownload pada http://linkshrink.net/7FFBAX dan PPT* pada http://linkshrink.net/7bxywi.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "ResumeBab 22 Hukum Acara Pidana dalam Audit Forensik"

Post a Comment