Hukum Acara Perdata
(Modul lengkap bab ini dapat didownload pada PDF, untuk presentasi *ppt dapat didownload pada PPTX)
(Modul lengkap bab ini dapat didownload pada PDF, untuk presentasi *ppt dapat didownload pada PPTX)
Bab terdahulu
membahas Hukum Acara Pidana. Bab tersebut juga membahas pengertian hukum
materil dan hukum formil. Dibawah ini disajikan definisi ilmiahnya dalam
konteks hukum acara perdata. Berikut ini kutipan dari dua pakar hukum acara
perdata.
Prof.Wiryono
Prodjodikoro berpendapat bahwa hukum acara perdata merupakan rangkaian
peraturan-peraturan yang memuat cara orang harus bertindak terhadap dan dimuka
pengadilan serta cara pengadilan itu harus bertindak satu sama lainuntuk
melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata.
Prof. Sudikno
Mertokusumo mengatakan bahwa Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yang
mengatur cara menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantauan
Hakim.
Untuk menjalankan tugas dengan
sebaik-baiknya, badan-badan peradilan memerlukan peraturan-peraturan hukum yang
mengatur cara-cara bagaimana dan apakah yang akan terjadi jika norma-norma
hukum yang telah diadakan tidak ditaati oleh masyarakat. Dibidang hukum ini
dinamakan Hukum Acara atau Hukum Formal, yaitu rangkaian kaidah yang mengatur
cara-cara bagaimana mengajukan sesuatu perkara kemuka suatu badan peradilan
serta cara-cara hakim memberikan putusan. Dapat juga dikatakan suatu rangkaian
peraturan hukum yang mengatur tentang cara-cara memelihara dan mempertahankan
hukum materiil.
Hukum Acara disebut juga Hukum Formal,
jadi Hukum Acara Perdata disebut juga Hukum Perdata Formal, yang dimuat dalam
Hetherziene Indonesisch Reglement (HIR) atau Reglemen Indonesia Baru (RIB).
HIR ini merupakan bagian dari tata
hukum Hindia Belanda yang masih berlaku pada waktu ini, dan tercantum dalam Stb
1941 no 44
Hukum Acara Perdata adalah rangkaian
peraturan hukum yang menentukan bagaimana cara-cara mengajukan kedepan
pengadilan perkara-perkara keperdataan dalam arti luas (meliputi juga hukum
dagang); cara-cara melaksanakan putusan-putusan (vonis) hakim yang juga diambil
berdasarkan peraturan-peraturan tersebut; dan cara-cara memelihara dan
mempertahankan Hukum Perdata Materiil.
Hukum Acara Perdata adalah rangkaian
peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap
dan dimuka pengadilan dan bagaimana cara pengadilan itu harus bertindak, satu
sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata.
(Wirjono Prodjodikoro)
Hukum Acara Perdata adalah peraturan
hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata
materiil dengan perantaraan hakim. (Sudikno Mertokusumo)
Hukum Perdata (materiil) yang ingin
ditegakkan atau dipertahankan dengan hukum acara tersebut meliputi peraturan
hukum yang tertulis dalam bentuk peraturan perundang-undangan (mis. BW, UU Perkawinan,
UU Pengadilan Agama, dll) dan peraturan hukum yang tidak tertulis berupa hukum
adat yang hidup dalam masyarakat.
Fungsi dari Hukum Perdata Formal adalah
mempertahankan dan melaksanakan Hukum Perdata Materiil, artinya Hukum Perdata
Materiil dipertahankan oleh alat-alat penegak hukum berdasarkan Hukum Acara
Perdata ini.
Lapangan keperdataan memuat
peraturan-peraturan tentang keadaan hukum dan perhubungan hukum mengenai
kepentingan-kepentingan perseorangan (mis. Perkawinan, jual beli, sewa, hutang
piutang, hak milik, waris, dsb).
Perkara perdata adalah perkara mengenai
perselisihan antar akepentingan perseorangan atau antara kepentingan suatu
badan pemerintah dengan kepentingan perseorangan (mis perselisihan tentang
perjanjiann jual beli, sewa, pembagian waris, dsb)
Lembaga-lembaga hukum yang terdapat
dalam lapangan keperdataan, misalnya, pengadilan perdata, kantor catatan sipil
(untuk pendaftaraan kelahiran, perkawinan, perceraian dan kematian), Balai
Harta Peninggalan (Weeskamer), Kantor Pendaftaran Tanah (Kadaster), Notaris,
Juru Sita, Jual Lelang, Kantor Lembaga Bantuan Hukum, dan Pengacara.
Dalam bidang Hukum Acara pengadilan
berlaku asas-asas pengadilan sbb :
1. Dilarang
bertindak sebagai hakim sendiri.
2. Hukum
acara harus tertulis dan dikodifikasikan
3. Kekuasaan
pengadilan harus bebas dari pengaruh kekuasaan badan negara lainnya.
4. Semua
putusan pengadilan harus berisi dasar-dasar hukum
5. Kecuali
yang ditetapkan oleh UU, sidang pengadilan terbuka untuk umum dan keputusan
hakim senantiasa dinyatakan dengan pintu terbuka.
Hukum Acara Perdata Indonesia bersumber
dari 3 kodifikasi hukum, yaitu :
1. Reglemen
Hukum Acara Perdata yang berlaku bagi golongan Eropa yang bermukim di Jawa dan
Madura.
2. Reglemen
Indonesia yang diperbaharui (RIB) yang berlaku bagi golongan Indonesia di Jawa
dan Madura, sekarang diganti dengan KUHAPer
3. Reglemen
Hukum untuk daerah seberang yang berlaku bagi peradilan Eropa dan Indonesia
diluar Jawa dan Madura.
Dalam kenyataan pelaksanaan hukum oleh
pengadilan dewasa ini sebagian besar digunakan RIB bagi seluruh Indonesia.
Apabila ada hal-hal yang tidak diatur dalam RIB, maka pengadilan menggunakan
aturan-aturan dari Reglemen Hukum Acara Perdata (HIR)
1. Hakim
bersifat menunggu
Dalam perkara perdata, inisiatif untuk mengajukan
perkara kepengadilan sepenuhnya terletak pada pihak yang berkepentingan.
2. Hakim
dilarang menolak perkara
Bila suatu perkara sudah masuk ke
pengadilan hakim tidak boleh menolak untuk memeriksan dan mengadili perkara
tersebut, dengan alasan hukumnya tidak atau kurang jelas.
Bila hakim tidak dapat menemukan hukum
tertulis maka ia wajib menggali hukum yang hidup dalam masyarakat atau mencari
dalam Yurisprudensi (Ps 14 ayat 1 UU No. 14/ 1970)
3. Hakim
bersifat aktif
Hakim membantu para pencari keadilan dan
berusaha sekeras-kerasnya untuk mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk
tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.
4. Persidangan
yang terbuka
Asas ini dimaksudkan agar ada kontrol
sosial dari masyarakat atas jalannya sidang peradilan sehingga diperoleh
keputusan hakim yang obyektif, tidak berat sebelah dan tidak memihak (Ps 17 dan
18 UU no 14/1970)
5. Kedua
belah pihak harus didengar
Dalam perkara perdata, para pihak harus
diperlakukan sama dan didengar bersama-sama serta tidak memihak. Pengadilan
mengadili dengan tidak membeda-bedakan orang, hal ini berarti bahwa didalam
Hukum Acara Perdata hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak
saja, pihak lawannya harus diberi kesempatan untuk memberikan keterangan dan
pemeriksaan bukti harus dilakukan dimuka sidang yang dihadiri oleh keduabelah
pihak.
6. Putusan
harus disertai alasan
Bila proses pemeriksaan perkara telah
selesai, maka hakim memutuskan perkara tersebut. Keputusan hakim harus memuat
alasan-alasan yang menjadi dasar untuk mengadilinya. Alasan-alasan yang
dicantumkan tersebut merupakan pertanggungjawaban hakim atas keputusannya
kepada pihak-pihak yang berperkara dan kepada masyarakat sehingga mempunyai
nilai obyektif dan mempunyai wibawa
7. Sederhana,
cepat dan biaya ringan
Sederhana yaitu acara yang jelas, mudah
dipahami dan tidak berbelit-belit.Cepat menunjuk pada jalannya peradilan banyak
formalitas merupakan hambatan bagi jalannya peradilan (mis. Perkara tertunda
bertahun-tahun karena saksi tidak datang atau para pihak bergantian tidak
datang bahkan perkara dilanjutkan oleh ahli waris)
Biaya ringan maksudnya agar tidak
memakan biaya yang benyak.
8. Obyektivitas
Hakim tidak boleh bersikap berat
sebelah dan memihak. Para pihak dapat mengajukan keberatan, bila ternyata sikap
hakim tidak obyektif.
9. Hak
menguji tidak dikenal
Hakim Indonesia tidak mempunyai hak
menguji undang-undang. Hak ini tidak dikenal oleh UUD. Dalam pasal 26 ayat 1 UU
tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman (UU No. 14/1970) dinyatakan bahwa
Hak menguji diberikan kepada mahkamah agung terhadap peraturan
perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah dari UU dan dapat menyatakan
peraturan perundang-undangan tersebut tidak sah.
1. Inisiatif
melakukan acara perdata datang dari pihak-pihak yang berkepentingan, sedangkan
acara pidana perkara datang dari negara.(Jaksa Penuntut)
2. Dalam
acara perdata pemeriksaan dilakukan dalam persidangan yaitu dalam acara dimuka
hakim. Acara perdata tidak mengenal pengusutan dan atau penyelidikan permulaan.
3. Dalam
acara pidana hakim bertindak memimpinsedangkan dalam acara perdata hakim
menunggu saja.
4. Saat
ini setiap pengadilan negeri melaksanakan peradilan anak yang tidak hanya
bersifat acara perdata tetapi juga acara pidana.
Seluruh materi bagian sesudahnya dalam bab ini dapat didownload pada http://linkshrink.net/7lxQbm dan PPT* pada http://linkshrink.net/7QVORN.
Seluruh materi bagian sesudahnya dalam bab ini dapat didownload pada http://linkshrink.net/7lxQbm dan PPT* pada http://linkshrink.net/7QVORN.
Belum ada tanggapan untuk "Resume Bab 23 AF Hukum Acara Perdata dalam Audit Investigasi"
Post a Comment