Bab 16 Audit Investigatif: Unsur Melawan Hukum
(Modul lengkap bab ini dapat didownload pada http://linkshrink.net/7CBHUU , untuk presentasi *ppt dapat didownload pada http://linkshrink.net/7E18Mp)
1.
Pengantar
Akuntan forensik bekerja sama dengan praktisi hukum dalam menyelesaikan
masalah hukum. Karena itu akuntan forensik perlu memahami hukum pembuktian
sesuai dengan masalah hukum yang dihadapi, seperti pembuktian untuk tindak
pidana umum (dimana beberapa pelanggaran dan kejahatan mengenai fraud diatur), tindak pidana khusus
(seperti korupsi, pencucian uang, perpajakan, dan lain-lain), pembuktian dalam
hukum perdata, pembuktian dalam hukum administrasi dan sebagainya.
Akuntan
forensik mengenal teknik analisis dari pengalamannya sebagai auditor. Modul ini
membahas teknik analisis dengan menggunakan rumusan mengenai
perbuatan-perbuatan melawan hukum seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya
disebut “Undang-Undang Tipikor). Dari contoh Undang-Undang Tipikor, pembaca
dapat menerapkannya dalam pembuktian hukum lainnya.
Perbuatan
melawan hukum dirumuskan dalam satu atau beberapa kalimat yang dapat dianalisis
atau dipilah-pilah ke dalam bagian yang lebih kecil. Unsur-unsur ini dikenal
dengan istilah Belanda, Bestanddeel (tunggal)
atau bestanddeelen (jamak). Penyidik
atau akuntan forensik mengumpulkan bukti dan barang bukti untuk setiap unsur
tersebut. Bukti dan barang bukti yang dikumpulkan untuk setiap unsur akan
mendukung atau membantah adanya perbuatan melawan hukum.
2.
Mengurai Unsur-Unsur
Tindak Pidana Korupsi dari Contoh Kasus
Berikut ini disajikan empat matriks (diambil dari buku panduan yang
diterbitkan Komisi Pemberantasan Korupsi) yang masing-masing menunjukkan
unsur-unsur dari Pasal 2, Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 11, dan Pasal 13
Undang-Undang Tipikor. Setiap matriks diberikan contoh kasus untuk memudahkan
dalam memahami unsur-unsur dan pembuktian.
Contoh Kasus I
B selaku Dirut BUMN telah menjual tanah negara
yang merupakan aset perusahaan (BUMN) yang dipimpinnya kepada F seluas 50 Ha.
Akan tetapi sebelum melakukan transaksi penjualan B mengadakan beberapa kali
pertemuan dengan F sehingga tercapai kesepakatan bahwa B akan menurunkan
harga NJOP tana h serta sistem pembayaran dari F akan dilakukan secara
bertahap. Kemudian B meminta kepada F agar menyertakan 2 perusahaan
pendamping untuk memenuhi persyaratan formal dalam proses lelang.
Selanjutnya, B mengupayakan penurunan harga NJOP
atas tanah sehingga NJOP tanah tersebut menjadi sesuai dengan kesepakatan
harga yang telah dibuatnya dengan F dan meminta suatu perusahaan appraisal
untuk membuat taksiran harga jual sesuai dengan permintaannya.
B kemudian mengatur siasat agar penjualan
seolah-olah sesuai dengan prosedur dengan cara membentuk panitia penaksir
harga dan panitia penjualan, akan tetapi B lebih dahulu memberikan pengarahan
kepada panitia penaksir harga agar menetapkan harga jual sesuai dengan keinginannya
dan memerintahkan panitia penjualan agar penawaran dibatasi hanya untuk F dan
2 perusahaan lain yang disodorkan oleh F serta sistem pembayaran di dalam RKS
dilakukan secara bertahap. Sebenarnya, perbuatan B tersebut telah
bertentangan dengan SK Menkeu tentang penjualan aset negara dengan prosedur
lelang terbuka untuk umum.
Pada tanggal 10 Januari 2005 aset berupa tanah
tersebut dijual kepada F di depan Notaris dengan harga Rp 100 M, padahal
menurut SK Meneg BUMN penjualan tanah aset BUMN adalah sesuai dengan NJOP
tertinggi tahun berjalan atau harga pasar sehingga seharusnya aset tersebut
dijual dengan harga Rp 150 M.
Dalam proses penjualan aset tersebut, F
mentransfer uang sebesar Rp. 15 M ke rekening milik B.
Atas perbuatan B tersebut negara c.q. perusahaan BUMN
tersebut telah dirugikan sebesar Rp. 50 M.
|
Kasus diatas selanjutnya dianalisis dengan menggunakan matrik unsur tindak
pidana korupsi Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 dengan
hasil sebagai berikut:
Pasal 2 UU No. 31 Tahun
1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001
(1)
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp
200.000.000,00(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
(2)
Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Tabel 1
No
|
Unsur
Tindak Pidana
|
Fakta Perbuatan
yang dilakukan dan kejadian
|
Alat Bukti yang
mendukung
|
1
|
Setiap
orang
|
B
adalah seorang Dirut BUMN
|
-
Keterangan dari Terdakwa
B
-
KTP A/n B
-
SK pengangkatan B
sebagai Dirut BUMN
|
2
|
Memperkaya
diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi
|
-
Pada tanggal 10 Januari
2005 B mendapat transfer uang sebesar Rp 15 M dari F
-
F telah mendapat
kekayaan berupa aset tanah seluas 50
-
Ha dengan harga dibawah
NJOP/harga pasar
|
-
Keterangan dari
Terdakwa B
-
Keterangan dari Saksi F
-
Keterangan dari Petugas
Bank
-
Print-out rekening bank
|
3
|
Dengan cara melawan hukum
|
-
B telah menjual tanah
negara aset per usahaan (BUMN)
-
yang dipimpinnya kepada
F seluas 50 Ha.
-
Sebelum menjual, B
mengadakan beberapa kali pertemuan dengan F untuk melakukan negosiasi harga
dan tata cara pembayaran.
-
Setelah tercapai
kesepakatan, B mengupayakan penurunan harga NJOP atas tanah sehingga sesuai
dengan kesepakatannya dengan F
-
B meminta F agar
mencari 2 perusahaan lain untuk melengkapi persyaratan administrasi penjualan
secara lelang.
-
B menunjuk panitia
penaksir harga dan panitia penjualan untuk memenuhi formalitas administrasi
proses penjualan secara lelang serta telah menetapkan harga tanah dan
pembelinya serta sistem pembayaran secara bertahap.
-
Padahal menurut SK
Menkeu penjualan harus dengan prosedur lelang
terbuka untuk umum dan pembayarannya harus dengan tunai.
-
Pada tanggal 10 Januari
2005 aset tanah tersebut dijual dengan harga Rp 100 M, padahal menurut SK
Meneg BUMN penjualan tanah aset BUMN adalah sesuai dengan NJOP tertinggi
tahun berjalan dan atau harga pasar sehingga seharusnya aset tersebut dijual
dengan harga Rp 150 M.
|
-
Keterangan dari Saksi F
-
Keterangan dari Panitia
penaksir Harga
-
Keterangan dari Panitia
penjualan
-
Keterangan dari Kantor
PBB
-
Keterangan dari
Perusahaan
Appraisal
-
Keterangan dari
Komisaris
-
Perusahaan
-
Keterangan dari Para
Direksi
-
Keterangan dari Notaris
-
Surat, seperti dokumen
yang berhubungan dengan penjualan, NJOP tanah, SK Panitia.
-
SK Menteri Keuangan
-
SK Meneg
-
BUMN
-
Akta Jual Beli
-
Sertifikat tanah
-
Kwitansi penjualan
-
Print-out Rekening
Koran Perusahaan BUMN
|
4.
|
Dapat
merugikan keuangan negara atau Perekonomian negara
|
Negara dirugikan
sebesar Rp 50 M
|
-
Keterangan dari
Ahli dari BPKP
-
Surat berupa laporan hasil perhitungan kerugian keuangan negara.
|
KESIMPULAN:
Keempat
unsur tindak pidana korupsi pada Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No.
20 Tahun 2001 terpenuhi. Keseluruhan rangkaian perbuatan yang telah
dilakukan oleh B adalah sebuah
tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 sehingga B dituntut untuk
dipidana penjara.
|
Seluruh materi bagian sesudahnya dalam bab ini dapat didownload pada http://linkshrink.net/7CBHUU dan PPT* pada http://linkshrink.net/7E18Mp.
Belum ada tanggapan untuk "Resume Forensic Audit Bab 16 Audit Investigatif: Unsur Melawan Hukum"
Post a Comment