BAB
8
MENCEGAH
FRAUD
(Modul lengkap bab ini dapat didownload pada http://linkshrink.net/7Ikec1 , untuk presentasi *ppt dapat didwonload pada http://linkshrink.net/7oSKyb)
(Modul lengkap bab ini dapat didownload pada http://linkshrink.net/7Ikec1 , untuk presentasi *ppt dapat didwonload pada http://linkshrink.net/7oSKyb)
Davia et al. dalam tuanakotta (2010:272) mengelompokan fraud dalam tiga kelompok sebagai
berikut:
1.
Fraud yang sudah ada tuntutan hukum
(prosecution), tanpa memperhatikan bagaimana keputusan pengadilan.
2.
Fraud yang ditemukan, tetapi belum ada
tuntutan hukum.
3.
Fraud yang belum ditemukan.
Menurut Zabihollah Rezaee
dan Richard Riley (2005:7) menjelaskan
ada tiga unsur yang harus diperhatikan
oleh pihak manajemen perusahaan bila ingin mencegah terjadinya tindakan fraud, yaitu:
- Menciptakan
dan mengembalikan budaya yang menghargai kejujuran dan nilai-nilai etika
yang tinggi.
- Penerapan
dan evaluasi Proses Pengendalian anti kecurangan.
- Pengembangan
Proses Pengawasan (Oversight Process)
- Gejala
Gunung Es
- Pelajaran
dari Report ot The Nation
- Pengendalian Intern
- Fraud Specific Internal Control
- Langkah
– Langkah Pencegahan Fraud
1. GEJALA GUNUNG ES
Kecurangan bermula dari
yang kecil, kemudian membesar dan pada akhirnya akan mencelakakan. Untuk itu
perlu ada semacam program yang terstruktur serta tertata baik menekan praktik
kecurangan. Tujuan utamanya mencegah dan mendeteksi kecurangan serta melakukan
langkah penyelamatan dari kerugian yang tidak diinginkan.
Menurut Vona (2011:8) dalam
mendefenisikan fraud maka tindakan
tersebut harus dikategorikan sebagai berikut:
1.
Tindakan
yang dilakukan pada organisasi atau oleh organisasi atau untuk organisasi
2.
Tidakan
yang dilakukan oleh sumber internal atau eksternal. skenario dapat mencakup
kedua belah pihak.
3.
Tindakan
yang disengaja dan tersembunyi.
4.
Tindakan
biasanya ilegal atau menunjukkan kesalahan.
5.
Tindakan
menyebabkan hilangnya dana perusahaan, nilai perusahaan, atau reputasi
perusahaan, atau manfaat yang tidak sah apakah diterima secara pribadi atau
oleh orang lain.
Dari definisi ini
memperlihatkan bahwa dalam kecurangan ada penyimpangan dan atau tindakan
illegal, penipuan yang disengaja yang menguntungkan individu maupun organisasi,
artinya dibalik itu ada pihak yang dirugikan, sedangkan pelakunya bisa
organisasi atau individu. Artinya ini dapat dilakukan untuk manfaat dan/atau
kerugian organisasi oleh orang di luar atau orang lain dalam organisasi. Dengan
demikian bisa dikatakan bahwa kecurangan ini adalah suatu penyajian yang palsu
atau penyembunyian fakta yang material yang menyebabkan seseorang memiliki
sesuatu secara tidak sah.
Meskipun belum ada
penelitian mengenai besarnya fraud
(termasuk korupsi) di Indonesia sukar untuk menyebutkan suatu angka yang
handal. Tetapi penelitian yang dilakukan diluar negeri (dengan sampling)
mengindikasikan bahwa fraud yang
terungkap, sekalipun secara absolute besar, namun dibandingkan dengan seluruh fraud yang sebenarnya terjadi, relative
kecil. Inilah gejala gunung es.
Davia et al. dalam tuanakotta (2010:272) mengelompokan fraud dalam tiga kelompok sebagai
berikut:
1.
fraud yang sudah ada tuntutan hukum (prosecution), tanpa memperhatikan
bagaimana keputusan pengadilan.
2.
fraud yang ditemukan, tetapi belum ada
tuntutan hukum.
3.
fraud yang belum ditemukan.
Yang bisa diketahui
khalayak ramai adalah fraud dalam
kelompok I. Dengan dibukanya kepada umum laporan-laporan hasil pemeriksaan BPK,
kelimpok II juga bisa diketahui. Namun khusus untuk fraud yang berupa tindak pidana (korupsi misalnya), hasil
pemeriksaan tersebut masih berupa indikasi. Kalau sudah lebih konkrit
sekalipun, itu adalah khusus kasus-kasus yang berkenaan dengan keuangan Negara.
Fraud dalam kelompok II lebih sulit lagi
diketahui karena adanya lembaga perlindungan hukum yang sering dimanfaatkan
tertuduh, yakni pencemaran nama baik (slander
dan libel).
Apalagi fraud dalam kelompok III, tertutup
rapat, hanya diketahui Tuhan dan pelakunya. Oleh karena itu, tidak mungkin kita
dapat menjawab besar – besaran yang berhubungan dengan fraud secara keseluruhan yang sesungguhnya terjadi (fraud universe) seperti berikut :
- Berapa di antara fraud universe yang sudah ditemukan
?
- Berapa dari fraud universe yang sudah ditemukan juga sudah ada tuntutan
hukum ?
- Berapa dari fraud universe yang belum ditemukan ?
- Apakah fraud dalam Kelompok II dan III serupa atau sama sifatnya
seperti fraud dalam Kelompok I ?
Ataukah “lebih gawat” ?
- Apakah kita (perusahaan, negara,
lembaga – lembaga) perlu meningkatkan pencegahan dan deteksi (penemuan) fraud ?
Davia et al.. memperkirakan bahwa dari fraud universe, Kelompok
I hanyalah 20%, sedangkan kelompok II dan III masing-masing 40%. Kesimpulannya
lebih banyak yang tidak kita ketahui daripada yang kita ketahui tentang fraud. Yang lebih gawat lagi, fraud ditemukan secara kebetulan. Tidak
jarang, indikasi – indikasi fraud
yang dikaji lebih dalam pada investigasi akhirnya diputuskan tidak terjadi fraud, padahal sesungguhnya fraud sudah terjadi. Kasus – kasus
semacam ini sering dialami pada waktu indikasi fraud ditemukan oleh suatu tim, diinvestigasi oleh tim lain.
Akan tetapi ada yang lebih gawat,
kalau persentase fraud dari setiap
kelompok tadi benar. Kalau statistik itu benar, ini berarti pengetahuan atau
awareness kita mengenai fraud cukup
rendah. Ketika kita membanggakan telah menemukan fraud berukuran miliaran bahkan triliunan rupiah, di luar sana ada
pelaku (yang belum ketahuan) menertawakan pada investigator. Inilah implikasi
yang paling menyedihkan dari gejala gunung es.
2. PELAJARAN DARI REPORT TO THE NATION
Tabel berikut menunjukkan
penerapan perangkat kendali untuk mencegah fraud
(anti fraud control) dan besarnya kerugian yang dapat dicegah. Berikut ini
penjelasan singkat dari anti fraud controls dan pengurangan kerugian (dalam
%) :
Tabel 8.1.
Anti Fraud Controls
Anti
Fraud Controls (AFC)
|
%
|
Terjemahan dari AFC
|
Surprise
audits
|
66,2
|
Audit dengan kunjungan
mendadak
|
Jobs
rotation / mandatory vacation
|
61,0
|
Alih tugas / wajib ambil
cuti
|
Hotline
|
60,0
|
Saluran komunikasi
khusus untuk melapor ketidakberesan
|
Employee
support programs
|
56,0
|
Program dukungan bagi
karyawan
|
Fraud
training for managers / executives
|
55,9
|
Pelatihan mengenai fraud untuk manajer dan eksekutif
|
Internal
audit / FE department
|
52,8
|
Audit internal
|
Fraud
training for employees
|
51,9
|
Pelatihan mengenai fraud untuk karyawan
|
Anti
fraud policy
|
49,2
|
Kebijakan memberantas fraud
|
External
audit of ICOFR
|
47,8
|
Audit eksternal untuk
pengendalian intern atas pelaporan keuangan
|
Code
of conduct
|
45,7
|
Aturan perilaku / kode
etik
|
Management
review of IC
|
45,0
|
Telaah manajemen atas
pengendalian intern
|
External
audit of F/S
|
40,0
|
Audit eksternal atas
laporan keuangan
|
Independent
Audit Comittee
|
31,5
|
Komite Audit Independen
|
Management
certification of F/S
|
29,5
|
Sertifikasi mengenai
kewajaran laporan keuangan oleh manajemen
|
3. PENGENDALIAN INTERN
Pengendalian intern atau internal control mengalami perkembangan
dalam pemikiran dan praktiknya. Oleh karena itu, Davia et al. dalam tuanakotta (2010:275) mengingatkan kita untuk
meyakinkan apa yang dimaksud dengan pengendalian intern, ketika orang
menggunakannya dalam percakapann sehari-hari. Mereka mencatat sedikitnya empat
defenisi pengendalian intern sebagai berikut:
1. Definisi 1 (sebelum September 1992)
The condition sought by, and/or resulting from, processes
undertaken by an entity to prevent and deter fraud, terjemahan: kondisi yang
diinginkan, atau merupakan hasil, dari berbagai proses yang dilaksanakan suatu
entitas untuk mencegah dan menimbulkan efek jera terhadap fraud (sebelum definisi COSO).
2. Definisi 2 (sesudah tahun 1992)
A process, effected by an entity’s board of directors, management,
and other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the
achievement of effectiveness and afficiency of operations, reliability of
financial reporting, and compliance with applicable laws and regulations, terjemahan : suatu
proses yang dirancang dan dilaksanakan oleh Dewan, manajemen dan pegawai untuk
memberikan kepastian yang memadai dalam mencapai kegiatan usaha yang efektif
dan efisien, kehandalan laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap undang-undang
dan peraturan lainnya yang relevan. Definisi ini dikenal sebagai definisi COSO (the Committee of Sponsoring
Organizations of the Treaddway Commission) yang merambah ke spektrum fungsi
manajemen yang luas, dan bukan pada fraud
semata-mata.
Pertama,
definisi COSO langsung menyinggung tujuan bisns yang paling mendasar yakni
pencapaian sasaran-sasaran kinerja dan profitabilitas, dan pengamanan sumber daya.
Kedua, berkenaan dengan pembuatan laporan keuangan yang handal, termasuk
laporan-laporan interim dan pengumuman kepada khalayak ramai seperti terbitan
mengenai laba. Ketiga, definisi ini menekankan ketaatan kepada ketentuan
perundang-undangan. Definisi COSO sangat luas, ingin mengatur segala-galanya
sehingga kehilangan kekhasan, dalam laporan COSO: Perspektif yang berbeda-beda
mengenai pengendalian intern bukanlah tidak perlu. Pengendalian intern
berurusan dengan tujuan entitas dan kelompok yang berbeda-beda tertarik dengan
tujuan-tujuan yang berbeda dan untuk alasan yang berbeda. Selanjutnya, laporan
COSO menulis: definisi yang mempunyai tujuan khusus. Meskipun suatu entitas
mempertimbangkan efektivitas dari ketiga kelompok tujuan bisnis,ia mungkin juga
ingin memusatkan perhatian pada kegiatan atau tujuan tertentu. Dengan
menentukan dan menjelaskan tujuan-tujuan khusus, definisi pengendalian intern
dengan tujuan yang khas..
3. Definisi 3 (AICPA 1988)
For the purposes of an audit of financial statement balances, an
entity’s internal control structure consists of the following three
elements:the control environment,the accounting system,and control procedures.—Statement on Auditing
Standards No.53, April 1988. Terjemahan: untuk tujuan audit saldo laporan keuangan,
struktur pengendalian intern suatu entitas terdiri atas tiga unsur: lingkungan
pengendalian, sistem akuntansi, dan prosedur-prosedur pengendalian.
Definisi ini
sederhana tetapi menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaannya, terutama bagi
anggota AICPA yang mengharapkan adanya petunjuk. Dengan laporan COSO tahun 1992
yang dikutip di atas, maka profesi terbantu dengan pengakuan bahwa special purpose definitions
diperkenankan.
SAS 53 agaknya
memagari penerapan pengendalian intern untuk mencegah dan mengungkapkan fraud pada fraud yang dilakukan karyawan, yang nilainya tidak besar:
kecurangan oleh karyawan biasanya tidak besar jumlahnya dan disembunyikan
dengan cara yang tidak membuat aktiva bersih dan laba bersih salah saji.
Ketidak beresan semacam ini lebih efisien dan efektif ditangani dengan struktur
pengendalian intern yang berfungsi dan dengan penutupan asuransi kerugian
terhadap karyawan.
Selanjutnya
SAS menegaskan bahwa pengendalian intern jangan diharapkan mencegah atau
membuat jera terhadap fraud yang
dilakukan manajemen: penyimpangan yang besar-besar oleh manajemen di eselon
atas jarang terjadi dan tidak dapat dicegah oleh prosedur pengendalian tertentu
karena manajemen tingkat tinggi itu berada diatas pengendalian yang membuat
jera pegawai (kecil) atau manajemen senior dengan mudah mematikan atau
mengabaikan pengendalian tersebut.
4. Definisi 4 (khusus untuk mencegah fraud)
A system of “special purpose” processes and procedures designed
and practiced for the primary if not sole purpose of preventing or deterring fraud. Terjemahan: suatu sistem
dengan proses dan prosedur yang bertujuan khusus, dirancang dan dilaksanakan
untuk tujuan utama, kalau bukan satu-satunya tujuan untuk mencegah dan
menghalangi (dengan membuat jera) terjadinya fraud.
Inilah
definisi yang akan dipakai dalam pembahasan berikut, definisi dari pengendalian
intern yang secara khusus atau spesifik ditujukan untuk menangani fraud atau fraud spesific internal control.
Seluruh materi bagian sesudahnya dalam bab ini dapat didownload pada http://linkshrink.net/7Ikec1 , PPT pada http://linkshrink.net/7oSKyb.
Terima kasih sangat bermanfaat
ReplyDelete