Bab 19 Wawancara dan Interogasi
Wawancara merupakan sesuatu yang sering dilakukan oleh
Auditor dalam menjalankan tugas audit, dan merupakan salah satu tehnik dalam
pengumpulan keterangan, memahami obyek pemeriksaan, menguji keterangan yang
telah didapatkan sebelumnya, melengkapi keterangan yang lain, dan tujuan-tujuan
lainnya dari wawancara tersebut.
Secara umum, setiap auditor harus menguasai tehnik
wawancara. Namun demikian masing-masing orang memiliki sifat, gaya dan karakter
pribadi yang berbeda-beda baik auditor itu sendiri maupun pihak yang akan
diwawancarai. Hal ini akan mempengaruhi tehnik dan metode wawancara yang
dilakukan. Dalam hal waktu pelaksanaan wawancara, dapat dilakukan di awal atau
pada saat audit berlangsung ataupun pada akhir audit sangat tergantung dari
kondisi dan situasi audit serta tujuan dilakukannnya wawancara. Demikian halnya
dengan tempat pelaksanaan wawancara, auditor akan menentukan tempat
dilakukannya wawancara dengan mempertimbangkan beberapa hal yang berkaitan
dengan materi wawancara dan kondisi di lapangan.
Tehnik, waktu dan tempat pelaksanaan wawancara maupun
hal-hal lain yang dilakukan terkait dengan wawancara tidak menjadi masalah dan
dapat berbeda antara satu dengan yang lainnya, tetapi yang terpenting adalah
tujuan dan hasil dari wawancara yang dilakukan sebab antara tujuan yang satu
dengan yang lain biasanya berbeda dan untuk mencapainya tentunya membutuhkan
tehnik, waktu, tempat dan hal-hal lainnya yang berbeda pula.
Hal lainnya yang tidak kalah pentingnya dalam pelaksanaan
wawancara sehubungan dengan audit yang dilakukan adalah bagaimana
pendokumentasian hasil, bukti dan inti maksud wawancara. Ini terkait dengan
kertas kerja yang menjadi modal auditor sekaligus juga menunjukkan kemampuan,
kompetensi dan keterampilan auditor dalam melaksanakan tugas audit. Dokumentasi
wawancara dapat berupa tulisan, media elektronik atau media lain yang digunakan
dalam kaitan dengan pembuktian bahwa wawancara benar-benar dilakukan untuk
memperoleh informasi yang diinginkan dan tanpa adanya kesan yang mengada-ada
atau melakukan penekanan yang mengakibatkan informasi tidak sesuai dengan
adanya.
Terkait dengan interogasi, auditor internal pemerintah
tidak memiliki kewenangan untuk melakukan interogasi. Namun demikian metode,
tujuan dan tehnik-tehnik interogasi biasanya secara tidak langsung juga sering
dilakukan namun dalam kondisi yang tidak formal layaknya interogasi yang
dilakukan oleh penyidik. Meskipun tidak ada aturan yang melarang atau
membolehkan untuk melakukan interogasi, auditor menganggap hal ini dapat
dilakukan sepanjang untuk mencapai tujuan memperoleh informasi dan mencapai
tujuan audit yang dilakukan.
Auditor dapat memperoleh bukti dan pengakuan tersangka
yang terkait dengan fraud tanpa perlu melakukan kekerasan dengan melakukan wawancara dan
interogasi yang baik. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk para auditor
harus mengetahui tentang wawancara dan introgasi yang dibahas pada modul ini.
2.1Pengantar
Wawancara
dan interogasi adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam sebuah investigasi
Fraud, seperti umumnya pelaksanaan investigasi, salah satu tantangan terberat
dari wawancara dan interogasi adalah "waktu" seorang investigator
yang baik harus mampu membuat jadwal dan urutan wawancara yang benar sebelum
wawancara dilakukan, terutama untuk case-case
yang melibatkan karyawan / nasabah / pihak ketiga terkait dalam jumlah banyak.
Apabila
waktu memungkinkan saya pribadi lebih menyukai proses wawancara secara lisan,
dilanjukan pemberian pernyataan tertulis oleh yang dimintai keterangan dan
ditutup dengan interogasi dalam bentuk pembuatan BAP. alasannya sederhana, yang
pertama untuk melihat konsistensi dari keterangan yang diberikan, dan yang
kedua terdapat informasi yang kadang tidak tersampaikan pada setiap sesi
tersebut, sehingga informasi yang diberikan bisa saling melengkapi satu sama
lain. Setelah dilakukan telaah baru dimulai dengan audit investigatif dengan
tujuan untuk mengumpulkan bukti-bukti/informasi dalam rangka pembuktian atas
kasus yang terjadi.
Informasi
harus sebanyak-banyaknya dikumpulkan, karena informasi merupakan nafas dan
darahnya audit investigatif. Informasi tersebut diperoleh melalui pengumpulan
bukti-bukti seperti pemeriksaan fisik, dokumen, konfirmasi, prosedur analitis,
penghitungan ulang,
observasi maupun tanya jawab. Semua bukti-bukti tersebut biasanya
dikumpulkan terlebih dahulu
sebelum dilakukan wawancara. Karena kalau bukti-bukti tersebut belum lengkap, auditor investigatif belum
mempunyai bekal mengenai
fakta atau informasi yang banyak mengenai permasalahan/kasus tersebut sehingga
sulit untuk dilanjutkan dengan wawancara.
Setelah
auditor investigatif mengetahui banyak fakta dan informasi melalui bukti-bukti
yang telah diperoleh, maka tahap berikutnya adalah wawancara dalam rangka
meyakinkan bukti-bukti yang telah diperoleh betul-betul bukti audit yang
kompeten dan bisa digunakan sebagai dasar penyusunan Laporan Hasil Audit
Investigasi (LHAI). Untuk memperdalam hasil wawancara biasanya diajukan dengan
interogasi.
Tuanakotta (2007)
menyatakan wawancara dan interogasi merupakan
suatu teknik atau alat investigasi yang sangat penting. Banyak orang, termasuk
profesional dalam bidang penyidikan mengacaukan istilah wawancara atau interview dengan istilah interogasi atau
interrogation. Keduanya berbeda baik
tujuan maupun cara.
Permasalahan lain yang sering dijumpai di
Indonesia adalah penggunaan kekerasan dan intimidasi dalam melakukan wawancara
dan interogasi. Penyidik menggunakan taktik ini untuk memaksa pengakuan dari
“pelaku”. Hal ini keliru:
1.
Penelitian
di Amerika Serikat menunjukkan bahwa pengakuan terdakwa dapat diperolah tanpa
kekerasan.
2.
Ketika
menyaksikan
banyaknya “pengakuan” tersangka dalam Berita Acara Pemeriksaan yang kemudian
dibantahnya dalam persidangan pengadilan.
3.
Pengakuan
tersangka hanyalah salah satu alat bukti, itupun harus ada penyesuaian dengan
unsur pembuktian yang ada pada alat bukti lain.
Penggunaan kekerasan masih terjadi (umumnya dalam
kejahatan dengan kekerasan dan kasus pemerkosaan) karena penyidik mempunyai
pengalaman bahwa pengakuan terdakwa membawa sukses dalam penuntutan dan
tahap-tahap selanjutnya.
Penggunaan kekerasan untuk memaksa “terdakwa” mengakui
“kesalahannya” terkadang terungkap.
Kasus terkenal semacam ini di Indonesia adalah kasus Sengkon dan Karta.
Peristiwa serupa dengan pemberitahuan luas di media massa terjadi lagi baru-baru ini dalam kasus terduga teroris,
Siyono, yang tewas diduga karena disebabkan penyiksaan yang dilakukan oleh
anggota Densus 88.
Sementara itu, penggunaan kekerasan fisik dalam penyelidikan kasus
kejahatan kerah putih atau whote-collar
crime dan kasus-kasus tidak pidana korupsi di Indonesia, tidak terdengar. Perilaku menyimpang dari
penyidik dalam kasus kejahatan kerah putih lazimnya berupa pemerasan.
Pemeriksa fraud atau
investigator harus mengerti sepenuhnya wewenang atau mandat yang dimiliki lembaganya. Investigator
di suatu lembaga tertentu mungkin hanya bisa melakukan wawancara, tetapi tidak
berwenang melaksanakan interogasi. Semetara itu, investigator di lembaga lain
boleh melakukan keduanya. Ini merupakan alasan lain investigator perlu memahami
perbedaan makna wawancara dan interogasi.
2.2Perbedaan antara
Wawancara dengan Interogasi
Kedua istilah ini,
wawancara dan interogasi, sering digunakan sebagai sinonim. Hal ini umumnya karena
ketidaktahuan. Ada
juga penyidik yang mengerti makna kedua istilah ini, tetapi sengaja
menggunakannya secara “keliru”. Misalnya, untuk memberi kesan kepada majelis
hakim bahwa ia tidak menggunakan kekerasan, maka ia menggunakan istilah
wawancara padahal istilah interogasi lebih tepat menggambarkan tidak
pemeriksaan atau investigasinya.
2.2.1 Ciri-ciri
suatu Wawancara
BPKP (2008) mengidentifikasikan bahwa wawancara adalah
suatu sesi tanya jawab yang dirancang untuk memperoleh informasi. Tidak seperti
pembicaraan biasa, wawancara memiliki bentuk tersendiri, terstruktur, dan
memiliki tujuan tertentu. Wawancara
dapat saja berupa satu pertanyaan atau rangkaian pertanyaan yang kemudian
dituangkan dalam suatu Bertita Acara Permintaan Keterangan yang disetujui oleh
pihak pewawancara dan yang diwawancarai.
Tuanakotta (2009) menyebutkan bahwa wawancara bersifat
netral, tidak menuduh. An interview is nonaccusatory. Ini perbedaan utama
antara wawancara dengan interogasi. Sekalipun investigator mempunyai alasan
untuk percaya bahwa yang bersangkutan terlibat dalam kejahatan atau ia telah
berbohong, substansi dan caranya bersifat nonaccusatory
ketika melakukan wawancara.
Dengan cara dan dana yang
tidak bersifat menuduh, investigator dapat mengembangkan hubungan yang
menimbulkan rasa percaya dan hormat. Dengan orang yang diwawancarainya.
Tuanakotta (2009)
menyatakan tujuan wawancara adalah mengumpulkan informasi. Selama melakukan wawancara,
investigator harus mengumpulkan informasi yang penting bagi investigasinya (investigative information) dan informasi
mengenai perilaku dari orang yang diwawancarainya (behavioral information). Contoh investigative
information: apa hubungan antara orang yang diwawancarai dengan orang
tertentu yang dicurigai merupakan otak dari perbuatan tindak pidana yang
diperiksa. Contoh behavioral information:
keterangan mengenai perilaku orang yang diwawancarai ketika ia menjawab
pertanyaan, bagaimana ia duduk, kontak mata dengan yang mewawancarainya,
ekspresi wajahnya, caranya memberi tanggapan atau jawaban, pilihan kata atau
kalimat; semua ini dapat memberi petunjuk apakah ia berkata jujur atau
berbohong.
Pada akhirnya, pewawancara
harus menilai kredibilitas dari tanggapan yang diberikan oleh orang yang
diwawancarai. Hal
ini utamanya dilakukan melalui evaluasi atas sikap (behavioral responses) selama wawancara, seiring dengan penilaian
atas substansi informasi yang diberikan.
Wawancara dapat dilakukan
pada awal investigasi. Karena
tujuan wawancara adalah mengumpulkan informasi, tentunya semakin banyak
informasi yang diketahui pemeriksa sebelum wawancara dimulai, semakin baik. Wawancara terkadang
terpaksa dilakukan meskipun pemeriksa baru mempunyai gambaran kasar tentang
bagaimana kemungkinan fraud dilaksanakan,
atau bahkan sebekum pemeriksaan dapat mengidentifikasi bukti yang harus
diperoleh.
Wawancara dapat dilakukan
dalam berbagai lingkungan atau suasana. Pemeriksa terkadang
mempunyai peluang menemui orang itu di kantornya, atau dalam pejalanan (jalan
kaki) dari tempatnya makan siang, di sudut jalan, dalam mobil, dan
lain-lain.Memang, idealnya, wawancara meskipun semua informasi belum
diperolehnya.
Wawancara harusnya bersifat
cair, tidak terstruktur, dan bisa melompat dari satu pokok ke pokok pembicaraan
lain. Sebelum wawancara dimulai, pemeriksaan mempunyai gambaran mengenai
informasi apa yang ingin dikumpulkannya. Namun, ia juga tidak boleh kaku.
Secara kreatif, ia harus mengembangkan pertanyaan atas informasi yang
diterimanya selama wawancara berlangsung. Informasi baru mungkin tidak diduga
atau diharapkan. Pemeriksa
juga pandai membaca suasana, misalnya untuk memutuskan menghentikan wawancara
meskipun semua informasi belum diperolehnya.
Investigator harus membuat
catatan mengenai wawancara formal (formal
interview) yang dilakukannya. Wawancara formal adalah wawancara yang
dilakukan dalam lingkungan terkendali (controlled
information). Mencatat mempunyai beberapa kegunaan. Bukan saja ada
pendokumentasian, tetapi mencatat juga menyebabkan investigator memperlambat
proses bertanya. Ini memungkinkan investigator mengamati perilaku dari orang
yang diwawancarainya. Pemeriksa perlu mengetahui bahwa seseorang lebih mudah
berbohong ketika pertanyaan diajukan dengan kecepatan tinggi., seperti tembakan
yang dilepas dari senapan otomatis. Mengatur tanya-jawab yang diselingi masa
hening yang panjang memberi peluang bagi yang diwawancarai untuk berfikir
mengenai tanggapan yang bersifat menyesatkan (deceptive response). Pada gilirannya, ini akan menyebabkan
kecemasan yang terlibat dalam gejala tingkah laku menipu (behavior symptoms of deception). Juga, kalau yang diwawancarai
adalah orang yang tidak bersalah, ia bisa bingung menghadapi pertanyaan yang
diajukan dengan kecepatan tinggi.
Catat hasil wawancara dari
awal sampai akhir, dan jangan
sporadic (kadang dicatat, kadang tidak). Mencatat secara sporadic
memberi kesan kepada yang diwawancarai bahwa jawaban tertentu penting sehingga
dicatat oleh investigator. Ketika ditanyakan, pertanyaan lain yang terkait
dengan jawaban yang dicatat, ia akan menjadi ekstra hati-hati. Mencatat secara
sporadis akan menghambat arus informasi selama wawancara.
2.2.2 Ciri-ciri
suatu Interogasi
Kamus Besar Bahasa
Indonesia menyatakan interogasi
adalah pertanyaan, atau pemeriksaan terhadap seseorang melalui pertanyaan lisan
yang bersistem.
Tuanakotta (2007)
menyatakan interogasi bersifat menuduh. An
interrogation is accusatory.
Seseorang yang bersalah tidak akan memberi keterangan yang bertentangan dengan
kepentingan pribadinya secara sukarela, kecuali apabila ia yakin bahwa
investigator juga mempunyai keyakinan tentang kesalahannya. Karena itu,
pernyataan yang bersifat menuduh seperti: “Anang, saya tidak punya keraguan
sedikit pun bahwa Anda yang merencanakan tidak pidana korupsi ini”, sangat
diperlukan untuk memperlihatkan keyakinan investigator. Bandingkan jika
pertanyannya berbunyi: “Anang, saya pikir
Anda mungkin terlibat dalam merencakan tindak pidana korupsi ini”. Dengan
pertanyaan terakhir ini, yang diinterogasi dengan cepat membaca bahwa ada
ketidakpastian di benak si investigator mengenai keterlibatannya dalam
merencanakan tindak pidana korupsi. Selanjutnya, yang diinterogasi ini
semakin yakin bahwa sikap yang harus diambilnya adalah membantah
keterlibatannya.
Interogasi dilakukan dengan
persuasi yang aktif (An interrogation involves
activepersuasion). Interogasi dilakukan
karena investigator percaya bahwa dalam wawancara sebelumnya (yang bersifat nonaccusatory), orang itu telah berbohong.
Kalau interogasi dilakukan dengan cara bertanya dan bertanya terus, sangat
tidak mungkin investigator akan mendapatkan keterangan yang berisi kebenaran.
Untuk membujuknya menceritakan kebenaran. Investigator menggunakan
taktik “membuat pertanyaan” dan bukan “mengajukan pertanyaan”. Taktik ini akan
mendominasi seluruh interogasi. Sebelum seseorang mengaku bersalah, pertama, ia
harus bersedia mendengar pertanyaan-pertanyaan yang dibuat investigator.
Tujuan interogasi adalah
mengakui yang sebenarnya, artinya apa yang sebenarnya terjadi, siapa yang
sebenarnya melakukan, berapa jumlah atau nilai fraud sebenarnya, dan seterusnya. The purpose of an interrogation is to learn the truth. Ada persepsi
bahwa tujuan interogasi adalah mendapatkan pengakuan bersalah (confession); ini keliru.
Contoh: seseorang sedang
sial. Ia dikira berbohong dalam wawancara sebelumnya. Karena itu, selanjutnya,
ia diinterogasi. Setelah diinterogasi, baru ketahuan ia tidak bersalah. Dalam
hal ini, investigator seolah-olah gagal mendapat pengakuan bahwa orang itu
bersalah. Namun, ia sebenarnya berhasil. Interogasinya mengungkapkan kebenaran
bahwa orang yang curigai ternyata tidak bersalah.
Interogasi juga sering
berakhir dengan pengakuan bersalah oleh pelaku. Pada contoh ini, keberhasilan
interogasi bukan diwujudkan dalam pengakuan bersalah, melainkan dalam
mengetahui siapa yang sebenarnya bersalah.
Interogasi dilakukan dalam
lingkungan yang terkontrol atau terkendali (controlled
environment), bukan disembarang tempat. Taktik persuasi yang digunakan
memerlukan lingkungan yang ada privacy,
tidak terganggu orang yang lalu lalang dan bebas dari halangan lain (seperti
suara bising tempat umum).
Interogasi hanya dilakukan
sesudah investigator mempunyai keyakinan yang memadai mengenai salahnya
seseorang. An interrogation is
conducted only when the investigator is reasonably certain of the suspect’s
guilt. Investigator
harus mempunyai alasan untuk percaya bahwa seseorang telah berbohong. Alasan
ini mungkin berupa perilakunya selama wawancara, keterangan yang berubah-ubah
sebagai tanggapan atas pertanyaan yang sama, adanya petunjuk bahwa ia
berbohong, dan lain-lain. Interogasi tidak boleh digunakan sebagai alat atau
cara utama untuk menilai jujur tidaknya seseorang; penilaian ini seharusnya dapat
dicapai dalam wawancara yang bersifat tidak menuduh.
Investigator tidak boleh
membuat catatan sampai sesudah tertuduh menceritakan yang sebenarnya dan
berketetapan hati (committed) untuk
tidak bersingut dari posisi itu. Membuat catatan terlalu dini akan mengingatkan
tertuduh bahwa keterangannya akan merugikan dirinya. Bahkan, para pakar
menyarankan bahwa bukan saja catatan dibuat sesudah tertuduh sepenuhnya
mengakui apa yang sebenarnya terjadi, pengakuan itu juga harus disaksikan
investigator lain. Barulah, setelah ada pengakuan yang disaksikan investigator
lain, investigator mendokumentasikan pengakuan tersebut dan segala perincian
dari pengakuannya.
2.3Manfaat Melakukan
Wawancara sebelum Interogasi
Investigator sering kali melakukan interogasi meskipun ia
tidak punya bukti atau petunjuk untuk menuduh seseorang, dan keputusan untuk
menginterogasi orang itu didorong oleh keinginan untuk mencari bukti. Umumnya,
interogasi semacam ini dilakukan sekadar karena investigator mempunyai persepsi
bahwa orang itu mempunyai perilaku aneh. Padahal, untuk menentukan
seseorang berperilaku aneh, wawancara yang bersifat tidak menuduh merupakan
sarana yang lebih baik dari interogasi.
Selain nilai behavioral
information dari suatu wawancara, juga ada investigative information. Investigative
information ini
sangat diperlukan ketika wawancara akan ditingkatkan menjadi interogasi. Namun,
investigator sering tergoda untuk mengambil jalan pintas, mengabaikan
wawancara, dan langsung melakukan interogasi. Pendekatan ini sangat tidak disarankan
karena:
1.
Sifat
tidak menuduh dalam wawancara memungkinkan investigator membangun hubungan
saling memercayai dan menghormati yang mungkin dibangun dalam suasana dan sifat
menuduh yang melekat pada interogasi;
2.
Selama
wawancara, investigator sering kali mengorek keterangan penting mengenai
tertuduh yang sangat berharga sewaktu melaksanakan interogasi;
3.
Tidak
ada jaminan tertuduh akan mengaku bersalah dalam proses interogasi. Padahal,
kalau ia diwawancarai terlebih dahulu dan memberikan keterangan palsu selama
wawancara, investigator dapat menggunakan keterangan dari hasil interogasi yang
mengungkpakan kebohongannya. Hal ini membawanya lebih dekat kearah putusan
pengadilan yang menyataka ia bersalah;
4.
Ada
keuntungan psikologi bagi investigator ketika ia melakukan wawancara sebelum
interogasi. Agar interogasi berhasil, tertuduh harus memercayai investigator
bahwa ia objektif (tidak memihak) dan jujur. Ini akan lebih mudah dicapai
apabila investigator menawarkan kesempatan kepada tertuduh untuk menceritakan yang
sebenarnya melalui wawancara.
Tentu ada perkecualian terhadap saran di atas. Misalnya, dalam kasus
penyuapan yang “tertangkap tangan” atau fraud
yang terungkap dalam suatu covert
operation, interogasi sebaiknya langsung dilakukan tanpa didahului dengan
wawancara.
BPKP (2007)
menyatakan untuk memperoleh hasil wawancara yang memadai, maka wawancara
seharusnya dilakukan oleh auditor investigatif yang mempunyai karakteristik
berikut yaitu:
1. Orang
yang mudah bergaul, berbakat dalam berinteraksi
2. Ingin
membuat orang lain ingin berbagi informasi
3. Pewawancara
tidak akan mengiterupsi responden dengan pertanyaan yang tidak penting
4. Dapat
menyusun pertanyaan yang spesifik yang bisa membuat responden secara sukarela
memberikan informasi.
5. Menunjukkan
keseriusan dan perhatian atas jawaban yang diberikan responden.
6. Cara
mengajukan pertanyaan tidak dengan sikap yang menyalahkan.
7. Pewawancara
harus tepat waktu, berpakaian rapi dan bersikap fair dalam berinteraksi dengan
responden.
Namun dalam kenyataan
sering wawancara dilakukan oleh auditor yang tidak mempunyai karakteristik
seperti tersebut diatas, sehingga hasil wawancaraya kurang berhasil atau justru
tidak berhasil, yang mengakibatkan hasil audit investigasinya kurang
meyakinkan. Hal itu banyak disebabkan kurangnya auditor investigatif yang
tersedia di instansi tersebut. Selain kriteria tersebut diatas auditor
investigatif dalam melaksanakan auditnya harus selalu dilandasi dengan sikap
mental dan independensi serta integritas yang tinggi untuk menghindarkan adanya
penyimpangan yang dilakukan oleh auditor, misalnya adanya penyuapan.
Kak linknya udh ga bisa dipakee? bisa download dimana yaa
ReplyDeletekak linknya tidak bisa di pke.
ReplyDeletemohon solusinya